Surat Cinta untuk Pithagiras yang Lupa Ditulis (09)


CERITAKU masih panjang, Pitha. Aku teruskan ya.
Selang beberapa hari setelah pertemuan mendadakku dengan seorang dara, melalui temanku si pengamat percewekan itu, aku telah pula dikenalkan dengan Nafsiah. Benar, Nafsiah siswi baru di sekolah. Ia pindahan dari SMP di Lawok Pesisir. Ia gadis lincah yang mudah bergaul dengan siapa saja. Tampaknya lumayan cerdas. Tentang kecantikan, rasanya tak perlulah aku gambarkan ya. Dalam penilaianku, Nafsiah cukup menarik dan menawanlah.
Enggak, Pitha. Aku sekadar kenal, berteman baik saja dengan Nafsiah. Aku juga tak mau diikat-ikat dengan janji-janji segala. Meski ada getar-getar di dada saat jalan pulang sekolah bersama, bertemu di kantin atau perpustakaan sekolah, tetap saja aku menahan diri… sebenarnya malu dan tidak pede pada cewek, untuk tidak bersikap berlebihan.
Seringnya bertemu, terkadang aku merasa Nafsiah memang sengaja mencariku dan bertemu denganku. Aku bukan es. Aku tahu kok. Tapi, bagaimana… Aku masih belum memikirkan hal-hal yang melibatkan perasaan. Aku tak mau terjerat. Hiks… Soknya aku ya.
“Nut, bantu aku ngerjain PR dong, ” ujar Nafsiah.
Aku jawab, “Iya.”
Paling juga dia nyontek PR-ku. Biar saja. Walau beda kelas denganku, PR Nafsiah sering sama dengan PR-ku.
Di lain waktu, Nafsiah memaksaku mengantarkannya ke tempat-tempat yang entah… aku tak paham, untuk membeli keperluan pribadinya, ada janji dengan famili atau temannya atau ke mana saja yang dia mau. Aku yang diajak ya mau-mau saja. Sebagai teman, aku tak bisa menolak. Meski agak aneh, aku tetap mengikuti maunya Nafsiah. Tak apa. Sebatas menemani dia kok.
Yang aku tak mau, mengantar dia pulang. Bukan apa-apa, rumah dia lumayan jauh dari dari sekolah dan rumahku yang dekat-dekat saja dari sekolah. Rumahnya di Desa G melewati dua desa dari ibu kota kecamatan tempat SMP kami. Tidak cuma itu, aku juga tak mau menimbulkan prasangka yang tidak-tidak kalau mengantarnya pulang.
Beda denganku, yang cukup berjalan kaki pergi dan pulang sekolah, Nafsiah dan juga teman-teman lain dari luar ibu kota akan naik angkutan desa menuju sekolah. Begitu juga pulangnya, menunggu kendaraan umum yang akan membawa mereka ke desa masing-masing.
Pernah juga mampir ke rumah Nafsiah ketika ada pesta pernikahan di Desa G. Atau, bertemu saat nyambai1 yang kebetulan dia ikut dalam dalam acara itu.
Jujur, aku senang bisa bertemu, bercakap-cakap, dan kadang tertawa bersama Nafsiah. Aku pendiam. Tapi, dia selalu bisa mengajakku bicara. Ada saja yang bisa jadi bahan obrolan. Jadi, asyik, kelihatan mesra, dan bisa jadi ada yang mengira aku pacaran sama Nafsiah.
>> BERSAMBUNG
1 nyambai: acara berbalas pantun dan menari bujang-gadis untuk memeriahkan pesta pernikahan adat Lampung Saibatin
