Obituarium

In Memoriam Kahfie Nazaruddin

KAHFIE Nazaruddin adalah esais laten. Saya mengenalnya sebagai salah satu kritikus sastra yang kuat di Lampung, walau tidak terlalu produktif. Tak salah jika kami di Komite Sastra Dewan Kesenian (DKL) menjadikan Kahfie Nazaruddin bersama Ahmad Yulden Erwin dan Iwan Nurdaya-Djafar juri esai sastra dalam Sayembara Menulis Puisi Lampung dan Esai Sastra DKL 2021. Hasil sayembara ini kemudian melahirkan buku Jalan Sastra Lampung: Kumpulan Esai dan Sampian: Antologi Puisi Dwibahasa Lampung-Indonesia, yang terbit tahun 2022 ini.

Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Tak terlalu lama berselang dengan juri esai, Ahmad Yulden meninggal, 13 Februari 2022, saya mendapati kabar juri esai lainnya, Kahfie Nazaruddin menyusul berpulang pada Senin, 12 Desember 2022 pukul 16.05.

“Pak Kahfie sempat di depan laptop di Kampus Universitas Lampung (Unila), Bandar Lampung. Tiba-tiba jatuh pingsan. Saat dilarikan ke RS Advent, Bandar Lampung, dosen sastra FKIP Unila dikabarkan sudah tiada,” kata dosen musik FKIP Unila yang juga anggota Komite Musik DKL, Riyan Hidatullah, Senin, 12 Desember 2022.

Informasinya, dosen sastra FKIP Unila ini  terkena serangan jantung. Sebelumnya, mantan Juru Bicara Rektor Unila ini sehat-sehat saja. Hanya beberapa hari belakangan, Pak Kahfie mengeluh sakit di dadanya dan bermaksud mengajukan cuti. Tapi, Allah Swt berkehendak lain. Pak Kahfie memenuhi panggilan-Nya.

Saya tercenung lama mendapati kabar kabar berpulangnya Pak Kahfie. Bagi saya, Pak Kahfie spesial  dalam dunia kepenulisan dan intelektualitas. Saya tak ingat persis sejak kapan mulai tahu jika Pak Kahfie penulis bagus.

Karena itu, dalam kapasitas sebagai penanggung jawab halaman Opini dan Budaya sejak di pers mahasiswa hingga pers umum, saya acap meminta tulisannya. Ketika Lampung Post membuka rubrik Pah Bubahasa Lampung (Ayo Berbahasa Lampung) sekitar tahun 2003, Pak Kahfie adalah salah satu pengasuhnya bersama Ketua Prodi D3 Pendidikan Bahasa Lampung FKIP Unila Iqbal Hilal, A Effendy Sanusi, dan lain-lain dosen bahasa dan sastra FKIP Unila lainnya.

Lalu, saat Lampung Post menyelenggarakan Sayembara Menulis Cerpen sekira tahun 2005 – saya jadi sekretaris panitianya — Pak Kahfie kami minta menjadi jurinya bersama Iwan Nurdaya-Djafar dan Iswadi Pratama.

Dalam perkembangan sastra (berbahasa) Lampung, Pak Kahfie tercatat sebagai juri Lampung untuk Anugerah Sastra Rancage tahun 2013—2020 sepeninggal Bang Irfan Anshory yang menjadi juri 2007—2011 sebelum digantikan Ibu Dr. Farida Ariyani, M.Hum pada tahun 2020.  

Tentu banyak pemikiran dan sumbang-saran dari Pak Kahfie demi kemajuan bahasa dan sastra   Lampung, baik yang sudah terealisasi maupun yang belum. Ia sering lontarkan ketika kami bertemu dalam berbagai kesempatan, di kampus atau di luar kampus.

Awal 2021, saya mintakan Pak Kahfie memberikan kata pengantar untuk buku Udo Z Karzi berjudul Jejak-jejak Literer: Bibliografi Sastra Lampung (1960—2020) yang diterbitkan Pustaka LaBRAK, 2021. Selengkapnya saya kutipkan di sini:

Jejak-jejak Literer
Oleh Kahfie Nazaruddin

MENULIS buku, yang bakal tidak laku (apalagi best-seller), tentu perlu tekad besar. Jejak-jejak Literer: Bibliografi Sastra Lampung (1960—2020) karya Udo Z. Karzi ini tergolong buku seperti itu; penulisnya sudah pasti punya tekad luar biasa. Barangkali tekad  disertai nekat. Kalau mau agak dilebih-lebihkan, kadarnya barangkali hanya selapis di bawah amok orang Melayu. Ya, menulis buku tak laku bisa jadi semacam aktualisasi mengamuk gaya Melayu.

Lebih dari sekali Udo Z. Karzi mengeluhkan rendahnya minat baca masyarakat. Kiranya dia tidak sendiri berpendapat demikian. Nyatanya, minat baca terlihat kalah oleh semangat ngupi di kafe, yang bermunculan di sana-sini. Sebaliknya, toko buku malah gulung tikar. Di tengah-tengah kenyataan sosiologis seperti itu, menulis buku tak laku memang seperti mengamuk. Terbayanglah, Udo Z. Karzi menebas-nebaskan bibliografinya ini ke segala arah layaknya orang Melayu menebas-nebaskan pisau ke sekelilingnya. Maka, sama halnya dengan orang ngamuk, yang tak peduli akan bui, Udo Z. Karzi tak peduli pula akan laku atau tidak bibliografi ini.

Terlepas dari soal laku atau tidak laku, bibliografi ini mengisi tempat kosong dalam kesusastraan Indonesia di Lampung. Sejarah suatu kesusastraan nasional, seperti kesusastraan Indonesia, sesungguhnya tersusun dari keseluruhan sastra Indonesia, yang sudah tentu hidup dan berkembang di semua daerah. Dapatlah dikatakan bahwa sastra Indonesia di seluruh penjuru tanah air ini membangun apa yang disebut sastra Indonesia. Dari sudut ini, memang terdapat kekosongan penulisan sejarah sastra Indonesia di Lampung. Bibliografi ini dapat menjadi titik awal penulisan sejarah sastra Indonesia di Lampung.

Sebuah bibliografi menghimpun publikasi, utamanya buku, yang terbit mengenai suatu pokok atau bidang tertentu. Di dalamnya diberikan informasi tentang setiap buku, seperti judul, nama pengarang, tahun terbit, penerbit, kota penerbitan, dan seterusnya. Tentu, bertambah lengkap informasi diberikan, bertambah besar manfaatnya sehingga bertambah baik pula bibliografi itu bagi khalayak pembaca. Bibliografi seperti itu lazim diistilahkan dengan bibliografi enumeratif. Udo Z. Karzi sudah memberikan hal itu sejauh informasinya tersedia.

Dengan keterangan yang ia berikan, sudah dapat disusun semacam peta jalan historis sastra Indonesia di Lampung. Berbekal peta jalan historis itu orang bisa memulai penulisan sejarah sastra Indonesia di Lampung. Jadi, besar manfaat bibliografi Jejak-jejak Literer bagi kajian sastra Indonesia di Lampung.

Kalaulah ada sesuatu yang diangan-angankan mengenai bibliografi ini, itu berkenaan dengan informasi yang lebih lengkap. Penjelasan lebih lengkap dapat diberikan apabila disertakan deskripsi sistematis mengenai setiap buku sehingga diperoleh suatu jenis bibliografi, yang biasa disebut bibliografi deskriptif. Disebut demikian karena jenis bibliografi ini mendeskripsikan buku. Bahkan, suatu bibliografi dapat menyajikan analisis mengenai buku sebagai objek fisik dan kultural. Tak perlu dikatakan bahwa menyusun bibliografi yang seperti itu tidak murah dan perlu waktu lama. Itu sebabnya, biar pun belum menyediakan deskripsi analitik, seyogianya orang berterima kasih bahwa Udo Z. Karzi sudah berhasil menerbitkan bibliografi ini—dari ngamuk-nya itu.

                                                                            Bandarlampung, 25 Januari 2021

Saya tak tahu lagi mau menulis apa. Setiap kali saya menerbitkan buku dan Pak Kahfie tahu, dia langsung menghubungi dan membeli, walau terkadang saya memang sengaja hendak memberinya. Saya tahu Pak Kahfie punya apresiasi baik terhadap karya saya dan juga teman-teman.

Saya baru meniatkan  menghubungi Pak Kahfie untuk berbicara lebih banyak lagi mengenai bahasa, sastra, literasi, buku-buku, dan lain-lain, tentang kegelisahan, tentang perikehidupan ketika mengetahuinya sudah menghadap Ilahi rabbi.

Selamat jalan, Pak Kahfie. Maafkan saya hanya bisa mengenang kebaikanmu dari jauh. Tenanglah di kampungmu yang baru. []

Jakarta, 13 Desember 2022

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top