Mata Ikan

Oleh Fitri Restiana
MUSIM hujan.
Sudah beberapa kali Yuda membatalkan bermain bola di lapangan ujung gang. “Musim hujan begini, banyak penyakit yang datang,” begitu kata Ibu. Terpaksa Yuda hanya menghabiskan sore dengan bermain bersama Eno dan sesekali membaca koleksi buku ceritanya.
“Bu, Yuda bosan di rumah terus. Boleh main keluar, enggak?”
“Lah, cuaca mendung begini?” Ibu menyingkap gorden.
“Yuda bosan, Bu. Lagi pula Eno sepertinya mengantuk. Yuda ke lapangan sebentar saja. Nanti kalau hujan, Yuda langsung pulang. Sudah lama enggak latihan bola.”
“Hm, iya, deh, tapi kalau terlihat akan turun hujan, kamu harus segera pulang, ya!”
“Siip, terimakasih, Bu.” Yuda bergegas memakai sepatu sekolah sekaligus sepatu untuk berlatih bola.
***
Lapangan tidak terlalu ramai. Hanya ada sekitar sepuluh anak laki-laki yang asyik bermain bola, termasuk Uwan, Ical, dan Tio.
“Yuda, kamu ke mana saja? Kok enggak pernah ikutan main bola?” tanya Ical.
“Enggak boleh sama Ibu,” jawab Yuda bersiap menerima operan kecil dari Uwan.
“Wah, sayang sekali. Padahal asyik loh main bola sambil hujan-hujanan. Seru!”
“Sekali-sekali sih, boleh, tapi kalau setiap hari, ya tidak bisa. Nanti kalau sakit, bagaimana?” sahut Yuda.
“Kalau sakit? Ya ke dokter, doong, Hahahaha….” balas Uwan tertawa keras.
Tess … tess…teess…
Rintik hujan mulai jatuh. Beberapa anak segera berhamburan pulang.
“Kamu enggak pulang, Yud?” tanya Ical.
“Sebentar lagi deh. Tanggung!” Keringat mulai membanjiri tubuh Yuda. Sepatunya yang semula bersih, mulai ditempeli tanah dan sedikit basah.
“Yuk kita pulang. Hujannya mulai deras!” ajak Tio.
“Kami nanti saja. Ini yang ditunggu-tunggu. Ayo, Ical, kita hujan-hujanan!” Uwan dan Ical malah melepas sepatu dan tertawa riang. Seingat Yuda, mereka sering sekali bermain bola di tengah hujan.
“Hati-hati kena mata ikan, ya!” teriak Tio. Uwan dan Ical sama sekali tak mendengar.
Yuda bingung mendengar ucapan Tio. Mata ikan? Apaan tuh? Ah tapi sudahlah Yuda harus bergegas pulang.
Ibu sudah menunggu di teras.
“Ayo langsung mandi! Kan Ibu sudah bilang, kamu harus pulang sebelum hujan!” tegur Ibu.
“Hehehe, Yuda kalah cepat dengan hujan, Bu,” sahut Yuda setengah berlari masuk rumah. Sepatunya dibiarkan di luar terkena hujan. Untung Ibu segera mengambilnya.
***
Hari Minggu pagi.
“Yuda, kemarin jadi cuci sepatunya?” tanya Ibu tiba-tiba.
“Belum, Bu. Lupa.” Yuda mengambil sepatunya yang basah dan penuh dengan tanah. “Hmm, dilap dan dijemur saja, beres, deh! Senin bisa langsung masuk sekolah.’
***
Karena sedang musim hujan, anak-anak harus melepas sepatu ketika masuk ke dalam kelas. Suasana menjadi gaduh.
“Duuuh, bau apaan, nih?” seru Anti tiba-tiba.
“Iya, nih. Makin lama makin menyengat!”Anak-anak yang lain mulai mengendus-endus.
“Hoek! Hhoek! Bauuuu….!”
“Tenang, Anak-anak. Siapa yang sepatunya masih basah dan kotor?” Pak Dito menyebarkan pandangan.
“Sepatu saya sudah dicuci dari hari Sabtu!”
“Saya tidak pernah main becek-becekan pakai sepatu, Pak!”
Anak-anak berebutan menjawab pertanyaan Pak Dito.
Yuda, Ical, Uwan, dan Tio saling berpandangan. Jangan-jangan… Diam-diam mereka mendekatkan hidung ke kaki.
Huek…. baunyaaa……!
Tanpa diperintah, dengan malu-malu keempat anak itu pamit mencuci kaki. Semua teman tertawa.
Di keran air dekat musala.
“Aduh, sakit!” tiba-tiba Uwan mengaduh kesakitan. Di telapak kakinya ada titik hitam kecil yang sedikit menonjol.
“Waah, kamu kena mata ikan tuh, Wan!” Tio berseru kaget. “Itu pasti karena kamu enggak cuci kaki setelah bermain kotor. Bisa juga karena kamu memakai sepatu sempit dan lembap,” lanjutnya.
“Iya, sih, tapi kok tiba-tiba muncul?”
“Ah, kamu saja yang enggak merasakan. Kamu kan sering main bola sambil hujan-hujanan! Pasti sepulangnya kamu nggak langsung bersih-bersih. Iya, kan?” cecar Tio.
Uwan mengangguk pelan. “Jadi bagaimana ini?” Uwan meringis menahan nyeri.
“Kakakku dulu juga pernah kena, tapi karena sudah besar, ya terpaksa harus dioperasi. Mata ikan kamu masih kecil, sepertinya bisa dikasih obat.”
“Ya sudah, yuk kita masuk dan tanya ke Pak Dito,” ajak Yuda.
Melihat Uwan kesakitan, Yuda jadi kasihan dan takut mengalaminya. Dia berjanji, akan rajin mencuci sepatu dan mengeringkannya dengan benar. Tidak hanya dilap dan dikibas-kibaskan saja. []
