Asma’ binti Yazid Al Anshari

Oleh Gufron Aziz Fuadi
NAMA lengkapnya Asma’ binti Yazid bin Sukun bin Rafi. Wanita anshar ini pernah terjun langsung dalam perang Yarmuk dan berhasil membunuh sembilan orang tentara Romawi.
Pada suatu ketika, Asma mendatangi Nabi Muhammad Saw dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah utusan bagi seluruh wanita muslimah di belakangku, seluruhnya mengatakan sebagaimana yang saya katakan dan semuanya berpendapat sesuai dengan pendapatku. Sesungguhnya Allah Ta’ala mengutusmu untuk laki-laki dan perempuan, lalu kami beriman kepada Anda dan membai’at Anda. Sementara itu, kami adalah wanita yang terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum lelaki, dan kami adalah tempat melampiaskan syahwat mereka, kamilah yang mengandung anak-anak mereka, akan tetapi kaum lelaki yang mendapat keutamaan melebihi kami dengan salat jum’at, mengantarkan jenazah dan berjihad. Apabila mereka keluar untuk berjihad, kamilah yang menjaga harta mereka, yang mendidik anak-anak mereka, maka apakah kami bisa mendapatkan pahala sebagaimana yang mereka dapat dengan amalan mereka?”
Mendengar pertanyaan tersebut, Rasulullah menoleh kepada para sahabat dan bersabda, “Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang dien yang lebih baik dari apa yang dia tanyakan?” Para sahabat menjawab, “Benar, kami belum pernah mendengarnya ya Rasulullah!” Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Kembalilah wahai Asma dan beritahukanlah kepada para wanita yang berada di belakangmu bahwa perlakuan baik salah satu di antara mereka kepada suaminya dan mintalah keridhaan suaminya, mengikuti persetujuan suaminya, itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum lelaki.”
Maka, kembalilah Asma sambil bertahlil dan bertakbir, merasa gembira dengan apa yang disabdakan Rasulullah. Dalam dada Asma terbetik keinginan yang kuat untuk ikut andil dalam berjihad, hanya saja kondisi ketika itu tidak memungkinkan untuk merealisasikannya. Akan tetapi setelah tahun 13 Hijriyah setelah wafatnya Rasulullah saw sampai perang Yarmuk dia menyertainya dengan gagah berjuang.
Suatu ketika ummahatul mu’minin ‘Aisyah ra berkata, “Seorang wanita anshar bertanya kepada Nabi saw tentang cara mandi dari haid. Beliau lalu memerintahkan wanita itu bagaimana cara mandi. Beliau bersabda: “Ambillah sepotong kapas yang diberi wewangian lalu bersucilah.” Wanita itu bertanya, “Bagaimana aku bersucinya? Beliau menjawab: “Bersucilah dengan kapas itu!” Wanita itu berkata lagi, “Bagaimana caranya aku bersuci?” Beliau bersabda: “Bersucilah dengan menggunakan kapas itu!” Wanita itu bertanya lagi, “Bagaimana caranya?”
Maka Beliau berkata, “Subhaanallah. Bersucilah kamu!”
Lalu aku (Aisyah ra) manarik wanita itu kearahku, lalu aku katakan, “Kamu bersihkan sisa darahnya (dari tempat haid) dengan kapas itu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Imam Muslim mengatakan wanita itu adalah Asma’ binti Yazid bin Sukun.
Asma’ dalam buku Nisa Haular Rasul sering disebut sebagai juru bicara para shahabiat. Karena tidak ada dari kalangan muslimat yang keberanian dan kemampuan orasinya melebihi Asma. Beliau juga sering tanpa tedeng aling aling dalam bertanya, termasuk masalah yang sensitif bagi para wanita.
Para laki laki yang berpoligami pun layak berterima kasih kepada Asma, karena dari pertanyaan nyalah munculnya hadits tentang bolehnya berbohong dengan istri. Padahal hukum asal berbohong adalah terlarang, sebagaimana riwayat berikut:
Dari Abu Wail dari Abdullah ia berkata, “Rasulullah Saw bersabda: “Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai seorang pembohong.”
Tetapi menurut suatu riwayat berkat pertanyaan Asma kepada rasulullah maka keluarlah hadits berikut: “Tidak halal berbohong kecuali dalam tiga keadaan, yaitu: seorang suami berbicara kepada istrinya untuk menyenangkannya, berbohong dalam peperangan, dan berbohong untuk mendamaikan antara manusia. (HR. Tirmidzi No. 1939)
Mungkin terinspirasi dari hadits inilah Ahmad Dani menulis lagu, “Enaknya Beristri Dua”:
Aih senangnya dalam hati
Kalau beristri dua
Seperti dunia
Ana yang punya
Kepada istri tua
Kanda sayang padamu
Kepada istri muda
I say I love you…
Namun, begitu tetap sebaiknya ada walimahannya, agar pas dibawa ke kondangan tidak terjadi fitnah.
Pernah pada suatu malam rasulullah saw mengantarkan istrinya, Maria al Qibtiyah, kemudian beliau melihat sekelebatan sahabat yang menghindarinya. Maka beliau segera memanggil sahabat tersebut saat itu juga dan menjelaskan bahwa yang bersamanya adalah istrinya, bukan perempuan lain. Hal ini kata beliau agar tidak terjadi fitnah.
Dan tentunya, bagi yang belum berani atau belum mampu, jangan iri. Karena sama sama laki laki, rezekinya tidak mesti sama.
Wallahua’lam bi shawab. []
