Sabar dan Syukur

Oleh Gufron Aziz Fuadi
{ أَلَمۡ تَرَ أَنَّ ٱلۡفُلۡكَ تَجۡرِی فِی ٱلۡبَحۡرِ بِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ لِیُرِیَكُم مِّنۡ ءَایَـٰتِهِۦۤۚ إِنَّ فِی ذَ ٰلِكَ لَـَٔایَـٰتࣲ لِّكُلِّ صَبَّارࣲ شَكُورࣲ }
“Tidakkah engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya. Sesungguhnya, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran)-Nya bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur.” (Lukman, 31)
DALAM sebuah hadits dari Shuhaib bin Sinan
radhiallahu’anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
عجبًا لأمرِ المؤمنِ . إن أمرَه كلَّه خيرٌ . وليس ذاك لأحدٍ إلا للمؤمنِ . إن أصابته سراءُ شكرَ . فكان خيرًا له . وإن أصابته ضراءُ صبر . فكان خيرًا له
“Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.”(H.R. Muslim, no. 2999)
Hadits ini menunjukkan besarnya keutamaan bersyukur di saat senang dan bersabar di saat susah, bahkan kedua sifat inilah yang merupakan penyempurna keimanan seorang hamba. Abdullah bin Mas’ud berkata: “Iman itu terbagi menjadi dua bagian; sebagiannya (adalah) sabar dan sebagian (lainnya adalah) syukur”
Dalam Al-Qur’an, Allah memuji secara khusus hamba-hamba-Nya yang memiliki dua sifat ini sebagai orang-orang yang bisa mengambil pelajaran ketika menyaksikan tanda-tanda kemahakuasaan Allah. Allah berfirman:
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kemehakuasaan Allah) bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur.” (QS Luqmaan: 31)
Syukur adalah sikap atau pernyataan dari perasaan seseorang yang dalam keadaan gembira dan menyenangkan.
Kebanyakan ulama mengatakan syukur lebih utama dari sabar. Karena bersyukur menunjukkan rasa suka, terima kasih dan ridha pada apapun yang Allah berikan, baik banyak maupun sedikit, bahkan meskipun tidak mendapatkan apa yang diinginkan karena selalu huznudzan kepada Allah, bahwa ada hikmah di balik semua keputusan Allah.
Sedangkan sabar adalah aktualisasi atau sikap dari perasaan sempit atau menyesakkan atas diri sendiri. Sabar bukan sikap nrimo sambil mengelus dada, tetapi sabar adalah kemampuan menahan dari berbagai kesulitan, fitnah dan cobaan sambil mencari jalan keluar terhadap masalah tersebut.
Seorang ulama membagi sabar dalam tiga macam: (1) Sabar dalam ketaatan kepada Allah,
(2) Sabar dalam (menjauhi) maksiat atau hal-hal yang diharamkan Allah,
(3) Sabar dalam cobaan dan ujian kesulitan. Seperti kemiskinan atau kesempitan akibat naiknya harga BBM.
Beberapa saat setelah diumumkannya kenaikan harga BBM, beredar sebuah ayat dan hadits tentang sabar dan shalat di medsos, yakni: “Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menetapkan harga, yang menyempitkan & melapangkan rezeki, Sang Pemberi rezeki. Sementara aku berharap bisa berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorangpun dari kalian yang menuntutku disebabkan kezalimanku dalam urusan darah maupun harta.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, & dishahihkan Al-Albani)
Yang harus kita lakukan adalah jagalah shalat, semahal apapun harga pangan, Allah ta’ala berfirman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
“Perintahkahlah keluargamu untuk shalat & bersabarlah dalam menjaga shalat. Aku tidak meminta rizki darimu, Aku yang akan memberikan rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132)
Hadits dan ayat tersebut benar, hanya ustadz penulisnya tidak fair karena tidak menyertakan nasihat tentang kewajiban penguasa yang diamanatkan untuk mensejahterakan takyat dan tidak boleh menyusahkan rakyatnya.
Dari Ma’qal bin Yasar ra. Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Setiap hamba yang Allah (takdirkan) melayani masyarakatnya, (lalu) mati di suatu hari, dan ia zalim (selama memimpin) kepada rakyatnya maka Allah haramkan baginya surga.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits lain, rasulullah bersabda: “Siapa pun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka.” (HR Ahmad)
Dalam sebuah hadis lain disebutkan bahwa terhadap pemimpin yang menyusahkan rakyatnya, nabi saw mendoakan agar ia juga diberikan kesusahan. Sebaliknya, jika pemimpin tersebut bersikap lemah lembut, memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, maka Nabi Saw. doakan juga agar Allah bersikap lemah lembut dan memudahkan kepadanya. Hadis tersebut diriwayatkan diantaranya dalam Shahih Muslim dari ‘Aisyah Ra.
“Ya Allah, siapa yang mengurusi satu perkara umatku, lalu ia menyulitkan umat, maka persulitlah ia. Dan siapa yang mengurusi perkara umatku, lalu ia memudahkannya, maka permudahlah ia. (H.R. Muslim)
Semoga Allah menolong kita agar kita bisa hidup dengan sabar dan Allah juga memberikan kepada kita pemimpin yang adil, yang bekerja serius menyejahterakan kita serta tidak banyak menipu dengan janji-janjiya.
Wallahua’lam bi shawab. []
