Human

Masih Mau Mbanding-mbandingke?

Oleh Gufron Aziz Fuadi

PADA tahun 17 H terjadi Aam Ramadah ( tahun abu) di wilayah Hijaz, termasuk Mekah dan Madinah mengalami kemarau panjang, 9 bulan lebih tidak turun hujan sementara cuaca panas dan kering. Sehingga, perkebunan dan peternakan nyaris hancur total. Kelaparan terjadi dimana mana. Banyak penduduk dusun (Badui) yang mengungsi ke Madinah untuk mencari makanan.

Khalifah Umar bin Khatab bahkan menyaksikan tidak ada lagi penduduk Madinah yang ngobrol dan bercengkrama, karena saking laparnya.

Khalifah Umar pun segera bersurat kepada para gubernurnya, ke Amr bin Ash gubernur Mesir, Muawiyah bin Abu Sufyan gubernur Syam dan Saad bin Abi Waqas gubernur Irak dan beberapa gubernur lainnya agar mereka segera mengirim bantuan makanan dan pakaian ke wilayah Hijaz. Yang kemudian segera ditindaklanjuti oleh mereka.

Umar pun bersumpah selama penduduk yang kelaparan ini belum bisa dientaskan maka dirinya hanya akan makan remahan roti dan minyak curah. Dia mengharamkan daging, susu dan minyak samin.

Umar yang warna kulitnya putih kemerahan sudah berubah menjadi hitam akibat kemarau panjang dan hanya menyantap remahan roti dengan minyak biasa, bahkan sering mengalami kelaparan.

Sampai sampai para penduduk Madinah berkata: “Jika Allah tidak menolong kami dari Tahun Abu ini, kami kira Umar akan mati dalam kesedihan memikirkan nasib Muslimin…”

Hal ini tentu saja karena Umar sangat menepati sumpah dan janjinya untuk timbul dan tenggelam bersama rakyat. Janjinya bukan lipe servis.

Umar menjadi khalifah selama 13 tahun. Di bawah kepemimpinannya Islam menaklukan Mesir, Syam dan Persia (Irak dan Iran). Di masanya, Umar melakukan reformasi dibidang militer, ekonomi dan administrasi negara. Kalender Hijriyah pun ditetapkan di zamannya.

Khalifah Umar sangat memperhatikan masyarakat yang miskin. Beliau tak segan memikul gandum dipunggungnya sambil menenteng minyak ditangannya untuk masyarakat miskin. Meskipun kalau mau, dia bisa menyuruh stafnya atau melemparkan bantuan dari atas onta nya. Apalagi tampangnya pun bukan cukun seperti orang kampung. Postur tubuhnya  tinggi besar dan perangainya keras dan tegas. Tidak plan plin.

Namun, bukan berarti tidak bisa dinasihati. Sebab, setelah dipilih menjadi khalifah, dia mengadu kepada Allah, Ya Allah sesungguhnya perangaiku keras dan kata kataku kasar, maka lembutkanlah. Sejak menjadi khalifah, Umar perangainya halus dan kata katanya juga leboh lembut.

Imam Al Qurthubi menceritakan pada suatu hari saat Umar bin Khattab menjadi khalifah, berjumpa dengan seorang perempuan di jalan. Saat itu, Umar diiringi banyak orang yang menunggang kuda.

Perempuan itu memintanya berhenti. Umar pun berhenti. Dan dinasihatilah Umar oleh perempuan itu.

Ia berkata, “Hai Umar, dulu kau dipanggil Umair (Umar kecil), kemudian engkau dipanggil Umar, kemudian engkau dipanggil Amirul Mukminin, maka bertakwalah engkau, hai Umar. Karena barang siapa yang meyakini adanya kematian, ia akan takut kehilangan kesempatan. Dan barang siapa yang meyakini adanya perhitungan (amal), maka ia pasti takut kepada siksa.”

Umar bin Khattab menyimak nasihatnya sambil berdiri. Hingga setelah beberapa waktu, ada seorang yang bertanya kepada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau mau berdiri seperti itu untuk mendengarkan wanita tua renta ini?”

Umar menjawab, “Demi Allah, kalau sekiranya beliau menahanku  dari permulaan siang hingga akhir siang, aku tidak akan bergeser kecuali untuk shalat fardhu. Tahukah kalian siapa perempuan renta ini?”

“Dia adalah Khaulah binti Tsalabah. Allah saja mendengar perkataannya dari atas tujuh langit. Apakah Umar akan mengabaikannya?”

Khaulah adalah wanita yang pengaduannya menjadi sebab turunnya beberapa ayat tentan li’an dalam surat al Mujadalah.

Saat Umar bin Khatab sakit menjelang meninggal, sahabat Mughirah bertanya kepadanya, apakah engkau ingin anakmu Abdullah diangkat menggantikan mu sebagai khalifah?

Umar menjawab dengan tegas: “Tidak, saya haramkan dari keluargaku untuk menduduki jabatan itu. Cukuplah Umar seorang yang menanggung beban berat ini…”

Umar yang kepemimpinan terkenal sangat adil dan perduli kesejahteraan rakyat  pun masih sering mengadu, Ya Allah aku ridha bila masa kepemimpinan ku tidak berpahala, asalkan tidak dinilai dosa…

Wong ko ngene kok dibanding-bandingke, jelas bedo…

Wallahua’lam bi shawab. []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top