Human

Akhir Kekuasaan Itu Penyesalan

Oleh Gufron Aziz Fuadi

DULU kawan saya, trainer dan motivator nasional,  Jamil Zaini sambil jalan ke kampungnya di Tanjung Bintang Lamsel, bertanya, saat melihat banyak baliho para kepala daerah, “Apa mereka nggak malu ya, fotonya besar besar sepanjang jalan, memakai jas atau pakaian dinas tetapi jalan dibawah baliho itu penuh dengan lobang dimana mana. Bahkan kubangan…”

Protes masyarakat terhadap jalan yang bagai kubangan sudah tak terhitung banyaknya juga caranya. Ada yang beraksi dengan menebarkan Lele kemudian msncing bersama ditengah jalan yang rusak. Ada yang nanam pohon pisang, bahkan ada ibu ibu yang aksi mandi dikubangan eh jalan yang penuh air dan lumpur…

Fenomena jalan rusak adalah hal umum yang banyak terjadi diberbagai daerah.

Mengapa semua itu terjadi?

Tentu karena kualitasnya rendah sehingga cepat rusak.

Apakah anggarannya terlalu rendah? Tidak juga!

Sebenarnya anggaran untuk pembangunan itu cukup untuk kualitas jalan yang bisa bertahan beberapa tahun, tetapi nyatanya jalan yang terbangun hanya berkualitas di bawah satu tahun.

Problemnya ada dari penyusunan anggaran sampai ke pelaksanaannya, karena ini jalur angker yang banyak jin dan setan pemakan anggaran.

Masalah terkait salah urus anggaran negara bukan hanya terjadi saat ini, tetapi sudah terjadi di zaman nabi Yusuf. Sehingga beliau mengajukan diri untuk pejabat pengelola anggaran, karena beliau yakin mampu amanah.

Hal ini dikisahkan dalam surat Yusuf, 55:

{ قَالَ ٱجۡعَلۡنِی عَلَىٰ خَزَاۤىِٕنِ ٱلۡأَرۡضِۖ إِنِّی حَفِیظٌ عَلِیمࣱ }

“Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.”

Hafizhun artinya adalah orang yang pandai menjaga. Yakni, seorang yang punya integritas, kepribadian yang kuat, amanah, jujur, dan akhlaknya mulia. Orang seperti ini patut menjadi teladan bagi orang lain atau rakyat yang dipimpinnya. 

Sedangkan ‘alim adalah orang yang memiliki kemampuan dan ilmu pengetahuan yang memadai yang dengannya mampu mengelola dan memimpin rakyatnya serta membawa mereka hidup lebih sejahtera.

Dalam diri Nabi Yusuf berhimpun dua integritas yaitu integritas moral (hafidzun) dan integritas kinerja (alim).

Seorang pemimpin yang amanah harus mempunyai kedua integritas itu. Selama ini akyat selalu memilih pemimpin (dengan dugaan) karena percaya bahwa yang dipilih adalah orang yang jujur dan mampu (bisa kerja).

Sehingga, bila disuatu daerah atau bahkan negara terjadi salah urus yang berdampak pada kesulitan hidup rakyat setempat, bisa dipastikan orang yang mereka pilih tidak hafidzun ‘alim.

Tidak punya kapasitas moral maupun kapasitas kinerja. Dan modal utamanya untuk menang dalam pemilihan hanyalah isi tas.

Bagi pemimpin yang memenangkan pemilihan karena mengandalkan isi tas nya, mereka tidak melihat bahwa jabatan yang diperoleh adalah amanah yang harus dikerjakan dan dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan Allah Swt, tetapi sebagai kemuliaan, fasilitas dan kekuasaan yang harus dipertahankan. Adapun amanah untuk mengurus urusan rakyat hanyalah bagian dari itu.

Begitu pun bagi rakyat yang memilih pemimpin karena isi tas nya pemimpin, jangan banyak berharap bahwa pemimpin tersebut  akan serius mengurus mereka. Karena mereka sudah menjual nasibnya kepada calon yang berisitas.

Mungkin model kepemimpinan seperti inilah yang dimaksud dengan hadits,

dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda,

إنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإمَارَةِ ، وَسَتَكونُ نَدَامَةً يَوْمَ القِيَامَة

“Kelak kalian akan begitu berlomba lomba (tamak) pada kekuasaan. Namun kelak di hari kiamat, engkau akan benar-benar menyesal” (HR. Bukhari no. 7148)

Menyesal karena betapa beratnya pertanggungjawaban dihadapan Allah. Sebab, apapun yang kita lakukan akan Allah mintai pertanggungjawabannya.

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Al Isra’, 36)

Nabi SAW bersabda, “Apabila sebuah urusan/pekerjaan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka bersiaplah menghadapi hari kiamat.” (HR Bukhari)

Wallahua’lam bi shawab. []

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top