Panggung

‘Sang Bumi Ruwa Jurai’, Riwayatmu…

Oleh Bagus S Pribadi

KEMARIN, Rabu, 17 Agustus 2022 orang Lampung surprise banget dengan berkumandangnya lagu “Sang Bumi Ruwa Jurai” Cipt Syaiful Anwar di Istana Negara. Arransemen musik yang dibangun begitu indah, dan dinyanyikan dengan anggun oleh paduan suara GBN. Medsos lokal riuh memposting penampilan lagu daerah Lampung tsb. Bisa jadi tulisan saya ini adalah ulasan paling telat mengomentari tentang lagu “Sang Bumi Ruwa Jurai”.

Selamat buat Robin, karya cipta ayahanda membahagiakan sebagian besar orang Lampung, Insya Allah bahagia mereka mewujud doa bagi ayahanda tercinta. Amin…

Mengapa kok jadi heboh?

Mesti diakui, lagu-lagu Lampung memang belum begitu dikenal bagi sebagian masyarakat Indonesia. Beda halnya dengan lagu-lagu seperti: Bungo Jeumpa, Soleram, Ampar-ampar Pisang, Kicir-Kicir, Gundul Pacul, Yamko Rambe Yamko, dll, akan dengan mudah orang ikut menyanyi jika lagu-lagu itu diperdengarkan, karena lagu-lagu tersebut sangat akrab di telinga masyarakat Indonesia pada umumnya.

Mengapa lagu Lampung kurang dikenal?

Yang pernah saya tahu, tahun 1970-an seorang Kanjeng Andy Achmad sudah pernah membuat album lagu Lampung, dengan menggaet penyanyi terkenal (kala itu) Hetty Koes Endang. Sengaja itu ia lakukan agar kehadiran Hetty Koes Endang dalam album lagu daerah tersebut dapat menjadi magnet agar dikenal oleh orang luar Lampung.

Di awal 1990-an, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pun merilis lagu Lampung. Sejumlah penyanyi seperti Mayang Sari, Johan Untung, Yopie Latul, dll, ikut mewarnai membawakan lagu Lampung.

Terakhir, di awal pemerintahan Jokowi, Lagu Lampung (“Lipang Lipang Dang”) dibawakan Endah N Resha, menjadi kompilasi lagu daerah Indonesia. Yang menjadi bagian kegiatan Kemendikbud dalam menelusuri jejak Lokananta sebagai bagian sejarah panjang industri rekaman di Indonesia.

Lagu dan bahasa daerah adalah identitas yang (mestinya) melekat pada masyarakat di daerahnya. Berapa banyak sih orang yang tinggal di Lampung dapat menyanyikan lagu Lampung dan menggunakan bahasa Lampung?

Apakah ada hubungannya tidak populernya lagu Lampung secara nasional, dengan ketertarikan orang Lampung dalam menggunakan bahasa daerahnya sendiri?

Nah, soal ini mungkin perlu diskusi panjang. Rilda A Oe TanekoZulkarnain ZubairiRiyan HidayatAnshori DjausalIwan Nurdaya Djafar, dll

Kembali ke soal lagu Lampung yang tampil di Istana Negara kemarin.

Berikut lirik lengkap lagu “Sang Bumi Ruwa Jurai”:

Sang Bumi Ruwa Jurai
Cipt. Syaiful Anwar

Jak ujung Danau Ranau
Teliu di Way Kanan
Sampai pantai lawok jawoh
Pesisir rik Pepadun
Jadi sai delom lambang
Lampung sai kaya-raya

Kik ram haga burasan
Hujau ni pemandangan
Kupi lada di pematang
Api lagi cengkeh ni
Telambun beruntaian
Tanda ni kemakmuran

Lampung sai…
Sang bumi ruwa jurai
Lampung sai…
Sang bumi ruwa jurai

Cangget bara bulaku
Sembah jama saibatin
Sina gawi adat sikam
Manjau rik sebambangan
Tari rakot rik melinting
Ciri ni ulun Lampung

Lampung sai…
Sang bumi ruwa jurai
Lampung sai…
Sang bumi ruwa jurai

Ada dua hal yang saya cermati mengenai lagu “Sang Bumi Ruwa Jurai”.

Pertama, terima kasih kepada presiden republik Indonesia, Joko Widodo, yang memberi tempat terhormat untuk Lagu Lampung mewarnai upacara HUT RI ke-77, namun sedikit disayangkan adalah yang membuat arransemen paduan suaranya tidak jeli mempelajari Lagu tersebut. Sehingga jika diamati, ada part yang tidak sesuai dengan lagu aslinya. Memang cuma 1 bar pada bagian lagu (“Sampai pantai lawok jawoh” dan di bagian lain “Huma lada di pumatang“…), hanya saja bagi orang yang mengenal dan biasa menyanyikan lagu itu akan sangat terganggu dan terdengar asing. Ini memang hal sederhana, justru karena sederhana persoalannya, pertanyaannya adalah: dari mana arranger lagu tersebut mendapat sumber informasi atas lagu “Sang Bumi Ruwa Jurai”?

Coba deh yang biasa nyanyi lagu Lampung mungkin bisa mengomentari Naibaho HamonanganJ AdamNaning WidayatiIin Menter.

Kedua, momentum dikumandangkan lagu “Sang Bumi Ruwa Jurai” justru mengingatkan saya pada satu tempat yaitu Stasiun Kereta Api Tanjungkarang. Lagu itu bertahun-tahun selalu dikumandangkan ketika kereta api akan berangkat dan akan datang. Bahkan, di setiap palang perlintasan lagu tersebut selalu diperdengarkan.

Berkumandangnya lagu itu seolah-olah mengingatkan BUMN, apakah KAI sudah memenuhi kewajibannya membayar royalti lagu tersebut kepada ahli waris penciptanya?

Sekian terima gajih… []

——————-
Bagus S Pribadi, pemusik, Sekretaris Dewan Kesenian Lampung

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top