Esai

Repa Ulah Riya Ulih

Oleh Semacca Andanant

KETIKA kita dilahirkan di muka bumi, kita ditakdirkan sebagai makhluk sosial oleh Sang Pecipta. Kita makhluk yang tidak bisa hidup tanpa pengaruh lingkungan atau makhluk lain. Baik secara kehidupan jasmani maupun rohani, kita selalu membutuh pihak lain dalam menghidupkan hidup kita.

Sadar tidak sadar kita di dalam  rumah tangga mulai diajarkan oleh orang tua kita untuk bisa berinteraksi sosial sesama anggota keluarga. Tujuannya tidak lain agar ketika kita dilepas supaya kita mampu hidup dengan mandiri, baik dan nyaman didalam ruang lingkup hidup kita. Tidak ada intraksi atau pun gesekan yang membuat jasmani dan rohani kita terluka dan terganggu hidupnya sehingga kurang nyaman terasa. Kalau pun ada masalah yang mengganggu kehidupan kita, kita mampu dengan bijaksana mengatasinya dengan tidak merugikan siapa pun.

Rukun Tetangga (RT) merupakan ruang lingkup pertama setelah keluarga/rumah tangga. RT merupakan ruang tempat kita menunjukkan bahwa diri kita hidup dan tempat mengimplementasi berbagai hal yang menjadi ide gagasan hidup kita secara sosial. Di RT juga tempat kita menunjukkan bahwa kita mampu mewujudkan rasa tanggung jawab secara pribadi dan sosial.

Dengan begitu, RT itu menjadi tonggak pertama dan utama yang menunjukkan bahwa kita berhasil atau tidak menjalankan kehidupan pribadi dan sosial kita. Karena berbagai stempel yang akan dilekatkan masyarakat terhadap diri kita atas berbagai tindakan prilaku kita, baik itu terpuji atau pun tercela. Di ruang lingkup RT-lah yang memberi sertifikat lulus tidaknya kita hidup bermasyarakat terhadap berbangsa dan bernegara.

Tidaklah rumit hidup bertetangga dan tidak begitu banyak aturan yang mengikat ruang gerak hidup kita, yang menyebabkan kita susah untuk menjalani hidup sehari-hari. Malah sebaliknya hidup kita akan terasa damai, nyaman dan tentram bila kita menjalani hidup bertetangga. Orang-orang akan menghargai dan menghormati kita bila kita mampu menghadirkan rasa hormat kepada orang lain. Begitu juga kita akan dihargai orang jika kita mampu menghargai orang lain. Kalau sudah demikian halnya hidup ini akan terasa begitu berharga. Dan sangat disayangkan bila hilang tanpa dikenang.

Tapi, bagi segelintir  orang hidup bertetangga begitu  menyusahkan dan terasa pengap sekali. Malah ada yang begitu acuh dan tak ada rasa pedulinya dengan lingkungan. Mereka beranggapan bahwa hanya keluarga kecilnya yang butuh perhatian dan kepedulian darinya. Ada juga yang beranggapan rumahnya hanya tempat persinggahan tidur sehingga tidak perlu kenal tetangga. Begitu pergi pagi lalu pulang ketika hari telah malam. Sehingga banyak mengabaikan kaidah-kaidah hidup berukun tetangga. Perilaku hidup seperti ini banyak terdapat di kota-kota besar atau pun kota kecil.

Selain bertutur sapa secara kebetulan ada ruang yang dapat menghimpun kita dalam hidup berukun tetangga bisa saling sapa dan berintraksi satu sama yang lain. Semisal dalam acara memperingati hari-hari besar keagamaan, hari kemerdekaan, rapat-rapat yang membahas lingkungan, kerja bakti, dan sebagainya. Kita harus wajib menghadiri acara-acara tersebut meski hanya secara seromania.

Kita bisa bercakap-cakap di saat itu, bertanya kabar dan bertanya banyak hal tentang diri masing-masing. Di situ juga kita dituntut untuk menunjukkan kepedulian kita terhadap lingkungan tempat tinggal kita. Jangan harap kita diperhatikan dengan baik oleh warga yang lain kalau kita sendiri tidak pernah ambil bagian di setiap kegiatan lingkungan. Di sini akan berlaku hukum sebab-akibat atau dalam istilah lain dalam pribahasa Lampung, “Repa ulah riya ulih (Bagaimana perbuatan begitulah yang didapat)”.

Yang lebih penting lagi adalah tentang iuran RT. Ini sebagai jantung dan motor penggerak segala kegiatan di lingkup RT. Maka sangat diwajibkan sekali kita membayar iuran ini. Karena dari iuran itu (uang kas) dipergunakan untuk mendanai berbagai kebutuhan dan keperluan warga. Misalnya saja untuk membayar petugas kebersihan, petugas keamanan, kegiatan warga, penerangan lingkungan, untuk membesuk warga sakit dan lain sebagainya.

Di sini sangat ironis kalau ada warga yang merasa keberatan untuk membayar iuran RT apa pun alasannya. Bayangkan ia tidak membayar iuran, tetapi menikmati berbagai fasilitas yang tersedia untuk warga. Orang-orang seperti ini tidak layak dipelihara dan hidup di lingkungan itu.

Iuran RT adalah kewajiban dasar yang harus kita penuhi. Mampu tak mampu kita harus berusaha membayar iuran RT. Karena ini menyangkut kelangsungan hidup kita dilingkungan itu. Dan juga merupakan tonggak harga diri kita ditempat itu. Kelihatannya sepele, tetapi itu sangat mendasar. Kita tidak akan merasa malu tidak makan seminggu. Tapi, kalau tidak bayar iuran satu bulan mau ditaruh di mana muka kita?

Tabik. []

————-
Semacca Andanant, sastrawan, peraih Anugerah Sastra Rancage 2020

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top