Kolom

Jangan Tinggalkan yang Baik demi yang Menarik

Oleh Gufron Aziz Fuadi

JUDUL di atas mungkin pernah atau sering kita baca di bak truk di jalanan. Membaca tulisan tersebut saya teringat dengan tulisan inspiratif berikut:

Seorang Suami Hendak Melalukan Hubungan Intim Dengan Istrinya, Namun Istrinya Ternyata Telah…

Pria ini berpikir bisa selalu memeluk erat seorang wanita yang dia nikahi dan yang pernah memberi kebahagian dalam hidupnya.

Dia pernah bersumpah untuk selalu membuat istrinya bahagia seumur hidupnya.

Seiring berjalannya waktu, pria bernama Chang yang dulu statusnya hanya seorang buruh. Kini telah menjadi kepala bagian, lalu membuat perusahaan konstruksi sendiri.

Sekarang perusahaannya semakin besar dan terkenal, godaan terhadap dirinya pun semakin banyak.

Malam itu, dia membalikkan badan istrinya, hanya sekedar ingin berhubungan suami istri.

Namun dia menyadari, kini istrinya semakin menua, tubuh yang langsing kini sudah berisi, kulitnya pun tidak halus lagi.

Jika dibandingkan dengan sejumlah wanita cantik di sekelilingnya, dia hanyalah seorang wanita desa yang kusam, keberadaan istrinya mengingatkannya pada masa lalu yang sederhana.

Dia berpikir, pernikahan ini sudah mencapai titik akhirnya.

Dia kemudian menyetorkan uang sebesar satu juta yuan ke rekening istrinya, agar istrinya dapat membeli rumah yang nyaman di pusat kota.

Dia bukanlah pria yang tak berperasaan, tidak mengatur kehidupan istrinya selanjutnya.

Akhirnya dia pun meminta untuk bercerai dengan istrinya yang sudah menemani selama 20 hidupnya.

Istrinya duduk di hadapannya, dengan tenang mendengar alasan perceraiannya, mata istrinya pun terlihat tenang.

Namun, karena mereka telah menikah 20 tahun, maka dia tahu betul semua tentang isrinya, dia tau bahwa tatapan tenang istrinya, sebenarnya menyimpan rasa perih yang teramat dalam di dalam hati.

Sehingga dia tiba-tiba menyadari bahwa dia sangat kejam.

Hari yang telah ditentukan untuk berpisah pun tiba.

Tetapi hari itu sesuatu terjadi pada perusahaannya, ia menyuruh istrinya agar menunggu di rumah sebentar.

Saat siang hari, ia akan kembali membantu istrinya pindahan. Pindah ke rumah baru yang telah dibelinya itu, dan 20 tahun pernikahan mereka berakhir sampai disini.

Sepanjang pagi, hatinya sangat gelisah.

Begitu siang tiba, ia segera kembali ke rumah. Namun rumah sudah sepi, istrinya telah pergi. Di atas meja ia mendapati, kunci rumah yang ia belikan untuk istri, buku tabungan yang nilainya satu juta yuan dan sepucuk surat yang ditulis oleh istrinya untuk dia.

Ini adalah surat pertama yang ditulis oleh istrinya untuknya:

“Aku sudah pergi, kembali ke rumah orangtua di kampungku.

Semua selimut sudah aku cuci, dan juga sudah dijemur, aku menaruhnya di rak sebelah kiri, saat musim dingin tiba, jangan lupa mengeluarkannya.

Semua sepatu kulit sudah ku semir, jika robek kamu bisa pergi ke toko sol sepatu dekat rumah.

Kemeja di lemari bagian atas, kaos kaki dan tali pinggang di laci bawah.

Saat beli beras, ingat beli merek Jin Xiang, pergilah ke supermarket, di sana tidak akan ada merek yang palsu.

Xiao Sun setiap minggu akan datang untuk bersih-bersih, jangan lupa berikan gaji dia setiap akhir bulan.

Oh ya, jika ada baju yang sudah tak terpakai, berikanlah pada Xiao Sun, dia akan mengirimkannya ke kampung, keluarga mereka akan sangat senang.

Setelah aku pergi, jangan lupa minum obat, lambung mu kurang sehat, saya sudah menyuruh orang membelikan mu obat lambung dari Hong Kong, seharusnya cukup untuk setengah tahun.

Dan lagi, kamu selalu lupa membawa kunci saat keluar rumah, aku sudah menitipkannya pada resepsionis, jika kamu lupa lagi, ambilah di sana.

Saat pagi, jangan lupa tutup jendela sebelum keluar rumah, air hujan yang masuk akan membahasi lantai.

Aku sudah membuatkan pangsit untukmu, saat pulang, masaklah itu.”

Setiap huruf yang ditulis istrinya sangat tidak rapi. Namun, setiap katanya bagaikan peluru yang menusuk ke dada secara bertubi-bertubi.

Dia perlahan menuju dapur, memasak pangsit yang sudah disiapkan.

Dia tiba-tiba teringat peristiwa 20 tahun yang lalu, dia berdiri di antara tumpukan tiang dan menjadi buruh bangunan.

Tidak jauh dari tumpukan tiang tersebut ada suara yang berteriak memanggil namanya sambil membawakan pangsit, mengingatkannya akan suara yang membawakan kebahagiaan itu; mengingatkannya akan rasa puas setelah memakan pangsit itu.

Seakan baru saja melewati sebuah pesta; mengingatkannya akan masa dimana ia mengucapkan sumpah, “Aku akan membuat wanitaku bahagia.”

Maka, secepatnya dia berbalik menuruni tangga dan segera masuk ke mobil, dan setengah jam kemudian, dia sampai ke stasiun kereta dan mendapatkan istrinya hendak masuk ke kereta menuju kampungnya.

Dengan suara yang keras dia berteriak, “Chang istruku, kamu mau ke mana? Aku begitu lelah kerja setengah hari ini, dan tidak ada nasi di rumah, istri macam apa kamu? Keterlaluan, cepat ikut aku pulang!”

Dia terlihat sangat galak dan kasar (mumgkin imbas dari sesak hatinya).

Istrinya pun dengan mata yang basah, mengikutinya dari belakang dan ikut pulang ke rumah. Perlahan-lahan, air mata istrinya menjadi bunga mekar.

Istrinya tidak tahu, suaminya yang berjalan di depan juga sedang menangis.

Saat perjalanan dari rumah menuju stasiun kereta, dia sangat ketakutan, takut juga tidak menemukan istrinya lagi, takut kehilangan istrinya.

Dia memarahi diri sendiri yang begitu bodoh, hendak mengusir istri sendiri. Ternyata kehilangan istri itu seperti kehilangan tulang rusuk, begitu sakit.

Pengalaman ini, membuat hubungan mereka semakin erat setiap harinya…

Sayangilah istri Anda karena kehilangan seorang istri yang baik, sama seperti kehilangan tulang rusuk. Istri yang baik akan menemani engkau hingga engkau sukses dan kaya raya. Namun setelah engkau sukses dan kaya raya, janganlah engkau berpaling dari mereka dan menggangap mereka tidak lagi berguna.

Sebab, “Kesetiaan seorang wanita diuji ketika sang pria tidak mempunyai apa-apa, dan kesetian seorang pria diuji ketika ia telah mempunyai segalanya”

Orang Jawa menyebut Istri dengan garwa dari sigaran nyawa yang kata Anang Hermansyah sebagai separuh jiwaku…

Begitulah kira kira nasihat dari tulisan bak truk: Jangan tinggalkan yang baik demi yang menarik…

Billahit taufiq wal hidayah… []

(Mukerwil, 6322)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top