Sajak

Sajak-sajak Dody Kristianto

KAIDAH MEMAKU DINDING

Dari kegembiraan kita menepi.
Dari hingar kita sunyikan jalan.

Gelap datang. Menyatu dan menyaru
Sebagai sisa-sisa perlawanan.

Kita perbanyak pula ketelitian
Meraba. Kita tirakat pada malam

Yang mahir menyembunyikan celah.
Yang rompal, yang rata, yang timpang,
Yang datar-datar.

Semua tak terbaca. Semua tenggelam
Dalam timpalan sederhana. Maka lepas doa

Di tiap ketukan. Rapikan dengan rima sabar.
Bersama tempa yang saksama.

Gegarkan bidang itu pada ketuk satu dua tiga
yang terarah. Yang menuju jantung liyan
tersembunyi siap menerima.

Meski kita tak tahu pula bagaimana
Membaca rasa dan gelagat perasaannya.

(2020)

TENTANG MENATA UBIN

ia jelas perlu mematangkan
langgam tenang
agar tak bimbang tingkahnya
meletakkan mana kanan

dan yang kidal. awalan awas
pula menyasar bidang-bidang
di pandangan dengan langkah
serampangan.

tak gegabah ia lepas sembarang
hentak seperti saat kamu
melepas kuda-kuda serempak
bagi si kadal kurap yang belagak.

Benar-benar ia berkhidmat di hadapan
ketenangan. Semesta uratnya lajur
yang tak gampang gamang.
Antara pelan dan tergesa, antara
Lambat dan segera. Semua di tangannya

berima, jalin menjalin, dan tak mudah goyah.
Jeda tipis ia beri bagi peruntungan yang tiba
dalam waktu tiba-tiba. Ia tentu mengukur
dengan rata. Agar semili pun kenangan tak
sampai tertinggal di tanah.

Serta sawan silam tak sembarang berhambur
di bawah. Akan ia lapisi dengan saksama. Dengan
langkah dan langgam yang terlatih jelaslah
bakal ia sepikan semua: anasir licik yang

menyimpan kekacauan.

(2020)  

JURU BANGUN

Agar yang tak sebidang dan tak presisi
Menyerimpung diam-diam, kau betulkan
Letak pijak di palagan maharapi ini.

Tanganmu yang cekatan mengulet lagi
Mengudek pati-pati bumi.Hingga kalis.
Sampai tak tampak lagi dari mana mereka

Berasal dan bagi siapa mereka datang.
Siaga betul pandanganmu menafsir
Pertarungan ini. Dan mantap kekukuhan

Pegangan tanganmu.Lalu mekar segala persiapan
Bareng debu-debu sekitar, hingga anasir paling kecil
Tumpas, libas, dalam satu adonan lepas. Matamu

Patut pula waspada dari pancingang aib yang
Menyeruak tiba-tiba. Satu godaan membayang
Lekas pula mengubah batuan rata itu tak sepadan.

Lebih-lebih bila yang sekejapan menantang
Si orang bunian, si penghuni asal, si biang lapak
Yang tak terima tanah pijakan berpindah tangan.

(2020) 

MENGUTUKI
RITUS MUDIK
       
– pandemi 2020

Sesungguhnya aku
lupa jalan pulang.

Kata yang kukenakan.
Jalan mana yang kuujar.

Kakiku kini bukan kaki.
Tanganku apakah tangan.

Aku meraba yang tak teraba.

(2020)

MERATAPI KUOTA

Berlalu lalang di udara,
kau tak bisa menangkapnya.

Serupa badai matahari,
ia menubuh lalu lenyap
dalam diri.

Malam, kopi, dan sendiri
disatukan yang tak terungkap mata.

Sementarakau, terpuruk di pojokan
meratapi notifikasi yang hening
dan henti.

(2020)

ODA KAMAR 3×4

(I)
Kulepas angka-angka.
Kulupahalamankitab.
Kuhindarikiatmenggenggampisau.

(II)
Aku ke kamartempat Tuhanpaling tak kukenal.

(III)
Tanganku cukup mahirmencuci dirinya sendiri.

(IV)
Bukankah ada asudalam tubuh yang Selasa selalu kuajak
jalan di taman.

(V)
Bila mati aku bisa
bakar diriku sendiri.

Konklusi:
Jadi dalil mana lagi
yang kau gunakan
mengunciku
di rumah ini.

(2019)

————-
Dody Kristianto, lahir di Surabaya, 3 April 1986. Saat ini tinggal dan bekerja di Serang, Banten. Ia bergiat bersama Komunitas Kabe Gulbeg.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top