Mengenang Pengalaman Belajar Demokrasi Semasa Kuliah
Oleh Dedy Hermawan
SEBUAH cita-cita menjadi mahasiswa FISIP Universitas Lampung akhirnya terwujud. Tahun 1994 diterima melalui UMPTN. September 1994 memulai kuliah dan menempa diri dengan berbagai pengalaman, khususnya keorganiasian dan kepemimpinan mahasiswa, hingga Agustus 1999 mengakhiri episode sebagai mahasiswa FISIP Unila. Ada banyak memori direntang waktu itu. Tulisan sangat singkat ini hasil dari membongkar file-file masa lalu yang mulai pudar, khususnya pengalaman berdemokrasi semasa kuliah.
Memori 1: Pernyataan Bermaterai Saat Registrasi Ulang
Satu kenangan yang masih kuat di file memori diri. Peristiwa Kuatnya Hegemoni Rezim Orde Baru kala itu. Saat pertama kali berurusan dengan birokrasi kampus untuk pendataran ulang bagi mahasiswa baru Angkatan 1994 tersaji secarik kertas berisi pernyataan bermaterai untuk tidak ikut-ikutan dalam aksi demonstrasi mahasiswa. Para mahasiswa baru Angkatan 1994 kala itu harus tanda tangan pernyataan tersebut.
Ada apa sebenarnya yang terjadi?. Seiring perjalanan waktu, akhirnya terjawab. Saat itu, tidak lama setelah daftar ulang, terdengar kabar bahwa, kalo tidak salah, telah atau akan ada rencana aksi mahasiswa FISIP berunjuk rasa atau demonstrasi menghadang Menteri Pendidikan saat berkunjung ke STM di samping kampus FISIP Unila. Para mahasiswa menghadang Menteri menuntut agar FISIP segera menjadi fakultas definitf. Inilah peristiwa yang sangat mungkin melatarbelakangi pernyataan bermaterai untuk tidak ikut demonstrasi bagi mahasiswa baru Angkatan 1994.
Ya, wajar, saat itu, tahun 1994 masa-masa kuatnya negara otoriter orba. Kami para mahasiswa baru kala itu masih polos. Lulusan sekolah dasar, menengah pertama dan menengah atas yang menjalani suasana belajar indoktrinasi. Kini masuk kampus. Berubah status menjadi mahasiswa. Ada harapan suasana baru pendidikan. Akan tetapi, harus diakui dunia memang belum berubah. Sistem politik Orde Baru yang represif masih menggenangi dunia pendidikan, termasuk Kampus Unila. Kami tiba di pintu gerbang pendidikan dan kami mahasiswa 1994 disambut dengan ancaman, pernyataan bermaterai untuk tidak demonstrasi, ciri khas kekuasaan represif. Mengendalikan seluruh lini kehidupan, termasuk kehidupan civitas akademik. Melalui birokrasi kampus, rezim mengunci semua celah potensi suara-suara kritis dari para mahasiswa.
Memori 2: Kibar “Bendera” dalam Sirkulasi Kepemimpinan
Kami menyaksikan dinamika di fakultas ini. Ada beberapa momentum yang memperlihatkan persaingan dan konflik antar elemen gerakan atau sering disebut dengan istilah “bendera”, seperti HMI dan PMII. Kedua organisasi ekstrakampus ini memang dominan kala itu bahkan hingga saat ini. Mereka bersaing hingga konflik untuk mengambil posisi-posisi di kelembagaan mahasiswa BPM dan Senat Mahasiswa hingga Himpunan Mahasiswa Jurusan. Tidak hanya itu, sejak awal kami masuk FISIP 1994, kedua organisasi ini “berburu” mahasiswa baru untuk direkrut dan dibina sebagai penerus masa depan organisasi. Kampus Unila, khususnya FISIP, memang menjadi wahana untuk menempa para mahasiswa menjadi seorang aktivis, organisatoris, dan calon pemimpin masa depan.
Persaingan dan konflik menjadi “mata kuliah” tersendiri yang menguatkan sisi affektif para mahasiswa, mematangkan emosi, daya kritis, mentalitas, relasi sosial, dan daya tahan dalam kehidupan kampus dan pascakampus. Arena persaingan dan konflik dalam pusaran aktivitas kemahasiswaan FISIP Unila telah teruji menghasilkan para lulusan sukses berkarier di tengah masyarakat. Kampus membutuhkan kemajemukan, bukan tunggal, sehingga keragaman pemikiran, latar belakang organisasi, senantiasa menjadi bahan bakar pokok untuk menggelorakan potensi mahasiswa agar berkembang sesuai dengan kodratnya. Menjadi mahasiswa seutuhnya. Memiliki kekuatan intelektual, kecerdasan emosi dan keahlian dalam keorganisasian, manajemen, dan kepemimpinan.
Memori 3: Pesta Demokrasi Pemira Ketua Senat FISIP
Ada semacam tagline, kalau istilah sekarang, yaitu: “FISIP Unila menjadi barometer demokrasi kampus”, karena menggelar pemilihan Ketua Senat Mahasiswa secara langsung. Pemilihan dengan metode one man, one vote. Pemilihan langsung Ketua SM FISIP menjadi ajang utama atau disebut pesta demokrasi. Di sinilah momentum menentukan siapakah elemen organisasi kemahasiswaan yang akan tampil sebagai pemenang, apakah mereka yang “berbendera hijau, atau kuning”. Event ini dilaksanakan setiap tahun.
Ibarat pemilihan Presiden, organisasi kemahasiswaan, baik dalam kampus maupun luar kampus, bergerak untuk memenangkan persaingan dalam Pemira Ketua SM FISIP Unila. Konsolidasi internal dilakukan, penjajakan koalisi dimulai, pembentukan tim sukses, tim advokasi, dan sebagainya. Berbagai manuver tim sukses dilakukan untuk saling menurunkan popularitas dan elektabilitas para calon yang akan maju. Suasana hangat hingga panas, dari perdebatan hingga pertikaian, menjadi warna dinamika Pemira FISIP Unila, khususnya di tahun 1996. Semua situasi masih dalam koridor yang wajar hingga puncak acara pemungutan suara di depan Gedung B FISIP Unila saat itu.
Praktik berdemokrasi melalui Pemira Ketua SM FISIP kala itu menjadi pengalaman belajar luar biasa, selain belajar di dalam kelas bersama para dosen. Kami mengalami esensi demokrasi sebagai arena pergantian kekuasaan dan menempatkan orang terbaik untuk menjadi pemimpin. Adu gagasan melalui dialog publik di masa kampanye. Mentaati regulasi pemira. Melaksanakan pemungutan suara secara terbuka dan akuntabel. Dan menyaksikan bagaimana indahnya demokrasi ketika terjadi pergiliran kekuasaan. Adanya kalanya HMI yang menang, dan diwaktu lain, PMII yang keluar sebagai pemenang.
Memori 4: Menumbangkang “Pohon Kekuasaan” Rezim Orba 1998
Satu pengalaman yang berharga terjadi di ujung waktu, saat-saat kehidupan kampus harus segera ditinggalkan, yaitu gerakan reformasi 1998. Krisis keuangan, krisis ekonomi dan kemudian krisis politik menerpa Indonesia. Orde baru sampai fase kritisnya, konstruksi sistem politik yang bangun selama ini ternyata rapuh, sehingga tidak mampu menghadapi hempasan krisis keuangan dan ekonomi. Saat itulah terjadi krisis politik. Gerakan mahasiswa yang tertindas selama ini bangkit, menemukan momentumnya untuk menumbangkan Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun.
Hari-hari mencekam saat itu. Memonitor detik-demi detik situasi dan kondisi di pusat kekuasaaan. Menabu genderang demonstrasi bersama seluruh elemen kampus dan luar kampus. Konsentrasi penuh dengan agenda menurunkan Soeharto dari kursi kekuasaannya. Rapat-rapat diadakan sore dan malam untuk merencanakan aksi Bersama. Ruang-ruang di Gedung E dan F menjadi saksi merancang dan mempraktekkan manajemen aksi. Angkatan mahasiswa Fisip 94, 95, 96, dan 97 sebagai kekuatan demonstrasi untuk menumbangkan orde baru. Satu saja tuntutan saat itu, turunkan Soeharto.
Setelah sore dan malam menyusun rencana aksi, keesokan hari aksi dijalankan, mulai dari mengumpulkan massa, orasi di depan Gedung E dan B hingga berjalan menuju pintu keluar kampus. Seperti biasa disambut hadangan polisi di depan pintu keluar kampus. Inilah kuliah jalanan, praktek kuliah lapangan, yang kami alami di tahun 1998. Suatu pembelajaran berharga di perjalanan hidup para mahasiswa tahun 1990-an. Partisipasi bersama seluruh elemen gerakan mahasiswa Indonesia menuliskan sejarah perubahan politik Indonesia. Semua menjadi kenangan yang tak terlupakan, telah mematangkan pikiran dan jiwa para mahasiswa untuk meninggalkan kampus dan melanjutkan pengabdian di tengah masyarakat.
Akhirnya, sebagai penutup, menyadari sedalamnya, bahwa generasi demi generasi datang dan pergi, semua mengukir sejarah di jalan kehidupan. Seluruh mahasiswa FISIP di setiap angkatan adalah generasi yang turut menorehkan tinta prestasi. Semoga seluruh kiprah positif saat itu menjadi amal penerang dikehidupan selanjutnya. Terima kasih Allah Swt yang menakdirkan lima tahun belajar bersama FISIP Unila. Semoga memori pendek ini bermanfaat. Hiduplah Fisipol Unila, Pengemban Cita-Cita Luhur Bangsa, Majulah-Majulah Fisipol Unila, Abadi Sepanjang Masa. []
——————-
Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si., mahasiswa Jurusan Ilmu
Pemerintahan FISIP Unila Angkatan 1994 yang kemudian menjadi dosen di
almamaternya. Saat ini Wakil Dekan Akademik dan Kerja Sama FISIP Unila
(2020–2024).
* Ditulis untuk buku Romantika di Kampus Oranye: Dinamika FISIP Universitas Lampung dari Kisah Alumni (proses terbit).
Amran
Februari 7, 2022 at 8:31 pm
Wah Pak Dedi membongkar memory jsman kuliah dulu 😀😀 kalo gak salah dulu Pak Dedi ikut berkompetisi untuk jadi ketua Senat Mahasiswa Fisip dan akhirnya terpilih dan lawannya siapa itu aku lupa… 😀😀😀 Tapi yang jelas lawannya saat itu bukan dari bendera PMII walau orang tuanya dia PMII… 😀😀😝😝