In Memoriam Nurel Javissyarqi: Setia Sampai Akhir


Oleh Udo Z Karzi
“OYA, salah satu pemantik keberanian mendokumentasi di ladang maya ini atas pantulan belajar dari blog lamanya Udo Z. Karzi http://cabiklunik.blogspot,” tulis Nurel Javissyarqi dalam “Sastra-Indonesia.com Hampir 13 Tahun 12 Ribu Postingan”(Sastra-Indonesia.com, 23 Februari 2021)
SAYA tersipu dan kembali menengok blog Cabik Lunik yang sedianya hanya sekadar mengumpulkan tulisan-tulisan humaniora, terutama bahasa dan sastra yang hanya berusia sewindu (2006-2013). Hanya 6.165 postingan berita, feature, dan artikel yang saya sebut sebagai catatan tentang manusia dan kemanusiaan, yang dibuang jangan hingga Desember 2013. Setelah itu, saya “menyerah” karena mulai merasa tidak mempunyai cukup waktu untuk terus-menerus merawatnya.
Tapi, saya tak terlalu khawatir. Nurel Javissyarqi kurang lebih memiliki semangat yang sama — bahkan lebih — untuk terus melakukan dokumentasi sastra Indonesia melalui situs Sastra-Indonesia.com sejak 26 Juli 2008 dan blog-blog pendukung lainnya yang keberadaannya lebih duluan. Hampir semua postingan di blog Cabik Lunik ditayang ulang di Sastra-Indonesia.com. Nurel memang telah meminta izin untuk memuat ulang tulisan di Cabik Lunik dan saya dengan senang hati mempersilakan. Toh, saya pun gratisan mencomot tuiisan itu dari berbagai web media tersebut yang memang masih cuma-cuma alias belum berbayar waktu itu. Bahkan, beberapa tulisan saya kirim sendiri ke email Nurel untuk diawetkan di Sastra-Indonesia.com.
Saya dan banyak nama lain sering disebut Nurel dalam tulisan-tulisan dan juga sekadar komentar di medsos. Menurut Nurel, nama saya, Udo Z Karzi termasuk nama yang aneh. “Nama yang aneh seperti AS Laksana, Nu’man ‘Zeus’ Anggara, Ribut Wijoto, S. Jai, S. Yoga, Sutardji Calzoum Bachri, Udo Z. Karzi, Afrizal Malna, Herry Lamongan, Bambang Kempling, Wa Ode Wulan Ratna &st…,´ tulis Nurel Javissyarqi dalam “Soal Nama Pengarang: Imamuddin SA, Pringadi AS, M.D. Atmaja” (Sastra-Indonesia.com, 6 Januari 2011)
Penulis dan dokumenter sastra kelahiran Kendal-Kemlagi, Karanggeneng, Lamongan, 8 Maret 1976 ini dengan riang-gembira melakukan itu.Tanpa imbalan.. Tapi, semata keinginan untuk mengabadikan peradaban (baca: sastra) Indonesia. “Banyak pula kawan yang berharap saya mendapati masukan dari kegiatan ini, semisal mendaftar ke google adsense. Kurang-lebih biasanya saya jawab dengan per-istilah-an Jawa: ‘Tak mau makan balung (tulang), atau meminum keringat orang lain,’ karena nanti bisa timbul masalah,” kata Nurel.
Demikianlah, pemilik nama asli Nur Laili ini melalui Sastra-Indonesia.com dan puluhan blog pendukung lainnya telah menyediakan arsip tulisan-tulisan sastra dan humaniora. Saya misalnya, dengan gampang melacak tulisan-tulisan lama saya – soalnya belakangan saya lebih sering menulis status di Facebook, hahaa… – di web dan blog yang dikelolanya.
Apa yang dilakukan Nurel tentu tak akan sia-sia!
***
Di Lepau Buku saya, berbaris buku-buku Nurel Javissyarqi: Sayap-sayap Sembrani (1999), Sarang Ruh (kumpulan sajak, 1999), Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga, The Life Pronoumcement of the Poet (dwibahasa Indonesia-Inggris, 2001), Balada-balada Takdir Terlalu Dini (2001), Kulya dalam Relung Filsafat: Bercermin pada Kalender Kearifan Leo Tolstoy (2004), dan Batas Pasir Nadi (2005); semuanya terbitan Pustaka Pujangga, Lamongan.
Buku-buku itu diserahkan langsung oleh penulisnya di kantor tempat saya bekerja, Lampung Post ketika yang bersangkutan sedang bersafari di Bumi Ruwa Jurai tahun 2011. Dia datang bersama cerpenis SW Teofani yang kebetulan sekantor dengan saya. Persahabatannya dengan Y Wibowo, penyair Lampung yang sempat kuliah dan beraktivitas di Yogyakarta, yang membawa kakinya menginjakkan Negeri Ujung Pulau ini.
Berkelana bagi Nurel adalah perjalanan kreatif. Dari Bumi Ruwa Jurai, Nurel mendapat pasokan tulisan untuk Sastra-Indonesia.com dari Asarpin, dkk. di samping melahirkan beberapa tulisan hasil pembacaan atas karya sastrawan Lampung. Misalnya, “Serat-serat Makna dalam Cerpen-cerpen S.W. Teofani” (Sastra-Indonesia.com, 9 Juni 2011).
Atas persetujuan Nurel, esai ini saya terjemahkan menjadi “Serat-serat Makna delom Cerbun-cerpen S.W. Teofani” untuk menjadi pengantar buku berbahasa Lampung SW Teofani, Lawi Ibung: Kumpulan Cerita Buntak (Pustaka LaBRAK, 2019).
Sebuah bukunya yang diterbitkan tak lama berselang (saya lupa judulnya), ia mintakan SW Teofani yang kebetulan bekerja sebagai staf bahasa di redaksi Lampung Post untuk mengeditorinya.
Buku-buku Nurel yang lain: Segenggam Debu di Langit (kumpulan esia dan puisi, 2004), Kumpulan Cahaya Ardhana (himpunan prosa dan esai, 2005), Trilogi Kesadaran (kumpulan esai, 2006), Kisah Para Malaikat (kumpulan puisi, 2007), dan Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (2011).
Atas kebaikan Nurel, Lepau Buku juga mendapat sumbangan buku-buku terbitan Pustaka Pujangga yang ia kelola lainnya.
Awal 2018, sebuah buku setebal 500 halaman berjudul Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia: Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra (Pustaka Pujangga dan Arti Bumi Intaran, Desember 2017). Itu baru bagian pertama. Artinya, masih ada bagian kedua yang belum diterbitkan.
Sayang sekali, saya tidak bisa memenuhi harapannya agar buku yang dikirimkannhya ini bisa didiskusikan di Lampung setelah dibdedah di PDS HB Jassin. Maafkan saya, Nurel.
***
Hanya sekali itu pertemuan dan ngobrol langsung dengan Nurel. Setelah itu kami lebih banyak bertukar kabar dan info seputar sastra.
Terakhir, ia memuat pengantar Kahfie Nazaruddin buku saya, Jejak-jejak Literasi: Bibliografi Sastra Lampung (1960—2020) (Sastra-Indonesia.com, 28 Januari 2021). Saya tak mengirim ke Nurel. Tapi, agaknya tak ada luput dari perhatian Nurel sejauh itu perkara sastra dan hal-hal di seputar itu.
Ketekunan yang luar bisa!
***
Maka, saya segera mencari kebenarannya ketika Sigid Nugroho dari Jogja memberi tahu saya. “Dengar kabar barusan Nurel meninggal dunia,” tulis Sigid melalui jaringan pribadi.
Suiit dipercaya. Soalnya, sehari sebelumnya Nurel Javissyarqi masih aktif bermedsos ria terkait kontens beberapa situs dan blog sastra yang ia kelola. Tapi, begitulah, Nurel telah menghadap berpulang ke Rahmatullah, Selasa, 7 September 2021.
Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Selamat jalan, Sobat. Engkau tetap setia di jalan sunyi (pendokumentasian) sastra sampai akhir hayarmu. Menjadi sangu terbaik kiranya bagimu di kampungmu yang baru.
Tabik. []
