Panggung

Berkesenian di Musim Pagebluk

Oleh Iwan Nurdaya-Djafar

Tabik Pun,

SUDAH dua tahun lebih bumi yang kita huni ini terjangkit oleh virus corona yang secara potensial dapat berakibat mematikan. Cukup banyak anggota keluarga kita, kerabat kita, handai-tolan kita, yang berpulang terlebih dulu disebabkan oleh virus itu. Di sekitar bulan Agustus 2021, Provinsi Lampung bahkan menduduki peringkat kematian tertinggi se-Indonesia. Di antara para korban Covid 19 itu, termasuk di dalamnya para seniman.

Selalu ada rasa kehilangan yang lebih, manakala kita mendengar seorang seniman wafat. Seniman adalah sosok yang tak tergantikan. Kata orang, tidak akan pernah ada drama Romeo and Juliet seperti yang dihasilkan oleh William Shakespeare. Hal ini, justru karena sifat subyektif seniman yang melekat pada karya tersebut. Para penulis lakon yang lain, dapat saja menulis drama Romeo and Juliet, tetapi tidak akan pernah sama persis dengan yang dihasilkan oleh Shakespeare. Mungkin lebih bagus, atau sebaliknya lebih buruk, tetapi, sekali lagi, tidak akan pernah sama persis.     

Kepada para seniman yang telah mendahului kita, kita doakan agar berakhir baik  dan beroleh tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Sebuah pepatah latin menyebutkan: ars longa vita brevis; seni itu abadi, hidup itu singkat. Seorang seniman kreatif yang wafat memang membawa mati kepiawaian seninya, tetapi mestilah meninggalkan warisan berupa karya ciptanya. Maka, meskipun sang seniman sudah berpulang, kita dapat terus mengapresiasi karya-karya yang diwariskannya.

Terhadap wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, yang meliputi daerah geografi yang luas, orang menyebutnya pandemi. Tetapi, saya lebih suka padanannya dalam bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Jawa, yaitu pagebluk. Sementara itu, lidah Sunda melafalnya pagebuk.

Di tengah kecamuk pagebluk Covid 19 ini, patut disyukuri, bahwa lebih banyak para penyintas atau orang yang bertahan hidup, yang mampu mempertahankan keberadaannya setelah mengidap virus tersebut. Para penyintas ini dapat ikut menyelamatkan sesama anak manusia yang mengidap virus itu dengan mendonorkan plasma konvalesen, yaitu plasma darah dari penyintas Covid 19 kepada pasien Covid 19. Di dalam plasma darah terdapat antibodi yang muncul sebagai respons tubuh yang dapat membasmi virus penyebab penyakit, dalam hal ini corona virus disease

Bagi mereka yang sehat walafiat, meskipun dalam situasi serbaterbatas, dapat terus melanjutkan kehidupannya. Para seniman terus berkarya. Lembaga-lembaga kesenian tetap melaksanakan kegiatannya. Di antara lembaga-lembaga kesenian itu, tersebutlah Akademi Lampung, yaitu sekelompok orang yang memajukan kesenian di Provinsi Lampung. Nama lembaga yang terdengar aneh ini rupanya bukanlah semacam lembaga pendidikan tinggi dengan masa pendidikan sekira tiga tahun lamanya, melainkan perkumpulan orang yang dianggap arif  bijakana untuk memajukan kesenian. Pada bulan Agustus 2021 lalu, Akademi Lampung yang wilayah kerjanya mencakup seluruh Provinsi Lampung, melaksanakan kegiatan safari budaya. Dari lima lokus yang direncanakan, dua lokus belaka yang memungkinkan, yaitu Kalianda di Kabupaten Lampung Selatan dan Krui di Kabupaten Pesisir Barat.  Safari budaya dilaksanakan di samping untuk memperkenalkan lembaga yang terbilang anyar ini, juga untuk mengetahui perkembangan kesenian di kabupten/kota dan menyerap aspirasi seniman setempat, yang hasilnya kelak akan dilaporkan kepada Gubernur Lampung.  Salah satu tugas Akademi Lampung adalah memberikan pertimbangan dan saran kebudayaan kepada Pemerintah Provinsi Lampung. Selain itu, hasil Safari Budaya akan disampaikan pula kepada para bupati/walikota dan dewan-dewan kesenian se-Provinsi Lampung. Diharapkan para bupati/walikota dan para seniman di kabupaten/kota dapat bersama-sama menindaklanjuti hasil kegiatan Safari Budaya tersebut.  

Di samping itu, Akademi Lampung juga menerbitkan buku Jejak Lukisan Anshori Djausal dan Lampung Tempo Doeloe. Buku pertama berisi lukisan cat air karya Anshori Djausal yang ditulis oleh Heru Saputro, David, dan Aryo Sunaryo. Anshori Djausal adalah sosok multitalenta yang tidak asing lagi bagi warga Lampung. Bersama istrinya Herawati Sukardi, mantan dosen Universitas Lampung ini adalah konservator yang mendirikan Taman Kupu-kupu Gita Persada. Selain sebagai perancang Menara Siger yang dibangun menghadap ke arah laut Selat Sunda di puncak sebuah bukit di Bakauheni, beliau adalah juga desainer kikat (ikat kepala) khas Lampung yang dikenakan Presiden Joko Widodo pada perayaan 17 Agustus 2021 yang lalu. Sebagai pencinta batu akik, tak lupa Bang Ans –demikian beliau biasa disapa – menyematkan batu akik Tanjungbintang pada kikat yang dikenakan Presiden Jokowi. Beliau juga seorang pemain layang-layang, yang jauh sebelum ditemukan drone sudah melakukan fotografi udara dengan memanfaatkan layang-layangnya yang terbang tinggi di udara. Salah satu hasilnya adalah gambar utuh megenai dampak kerusakan pesisir Aceh akibat tsunami 2004. Banyak lagi yang dapat disebutkan mengenai Abang kita yang satu ini, tetapi saya ingin membatasi diri dengan kembali merujuk kepada buku lukisannya. Melalui buku tersebut, di masa pagebluk ini kita dapat menikmati dan mengapresiasi lukisan cat air karya Anshori Djausal.   

Buku kedua berisi historiografi Lampung, khususnya sejarah budaya Lampung, yang di antaranya meliputi topik kain tapis dan kain tampan yang menjadi fokus disertasi Mattiabelle Stimson Gittinger, perempuan Turki yang melakukan penelitian di Lampung pada 1972. Topik kain pelepai yang bermotif  jung atau kapal ditulis oleh Adrian Vickers dari Australia dalam pertautannya dengan motif dan simbolisme kapal di Bali. Sarjana Belanda Petrus Voerhoeve yang dapat membaca aksara ka-ga-nga menulis Tetimbai si Dayang Rindu, semacam prosa lirik Lampung; dari sini kita jadi mafhum bahwa terdapat bentuk satra klasik Lampung yang bernama tetimbai, di samping bentuk-bentuk lain yang sudah lebih dulu diketahui seperti wayak, hahiwang, kias, bubandung, reringget, dadi, dan lain-lain. Di dalam buku tersebut terdapat pula satu tulisan tentang toponim Lampung di bawah judul “Melacak Arti Nama Lampung”.

Lembaga kesenian yang lain, yaitu Dewan Kesenian Lampung, di musim pagebluk ini  tetap melaksanakan kegiatannya. Di antaranya, dalam rangka Hari Tari Sedunia pada bulan April lalu Komite Tari menyajikan Festival Tari Virtual dengan menampilkan 13o tarian karya 70 koreografer dari dari 34 provinsi di Indonesia dan 10 koreografer mancanegara, yaitu dari Jepang, Prancis, dan Equador–yang ditayangkan selama 24 jam di Siger TV pada 29-30 April 2021 dan juga live streaming di kanal Youtube. Festival yang mengusung tema “Mengenang yang Pergi,  Menghalau Pandemi” itu disertai pula dengan bincang tari bersama koreografer Elly Luthan, Wiwik Sipala, dan Bobby P. Setiawan.

Pada bulan Agustus 2021, Komite Musik menyelenggarakan lomba cipta lagu nasional bertema “Mengabadikan Lampung” yang diikuti oleh 92 lagu dari 80 pencipta dari berbagai daerah di Indonesia. Berdasarkan penilaian dewan juri yaitu Andre Hehanusa, Dody Sukaman, dan Agus Salim tampil sebagai juara pertama lagu bertajuk “Pulang” karya Indra Kamarudin. Pada bulan Oktober 2021 Komite Seni Rupa melaksanakan Sumatra Art Show yang melibatkan para perupa se-Sumatra dengan tema “Aku dalam Lanskap” dan Pameran Silaturahmi di ruang pamer Dewan Kesenian Lampung yang dilakukan secara luring (luar jaringan).

Komite Sastra melaksanakan sayembara penulisan esai dan puisi berbahasa Lampung. Tak kurang daripada 31 esai dan 127 puisi berbahasa Lampung dari 93 penyair yang menyemarakkan  sayembara tersebut. Dari puisi sebanyak itu, sejumlah 50 puisi yaitu 6 puisi juara dan 44 puisi nomine akan diterbitkan dalam antologi dwibahasa Lampung-Indonesia. Ini berarti, akan bertambah lagi kekayaan khazanah sastra Lampung dari ragam puisi Lampung modern. Di samping merupakan upaya pelestarian bahasa Lampung melalui puisi, sayembara ini telah pula menyumbangkan sastra tulis Lampung modern. Hal ini tentu saja menggembirakan, karena pada 1999 pakar sosiolinguistik Universitas Indonesia Asim Gunawan meramalkan bahwa bahasa Lampung akan punah dalam tiga-empat generasi lagi atau 75–100 tahun mendatang.

Komite Teater melaksanakan workshop penyutradaraan, mentoring, dan pementasan dramatic reading karya 6 sutradara muda dari kabupaten/kota se-Provinsi Lampung. Komite Film melakukan produksi film pendek ”Movie Lab 2021” karya sineas Lampung. Dan Komite Seni Tradisional mementaskan pertunjukan rakyat warahan bertajuk “Ngedidik Sanak Tukhunan.”

Sementara itu, Kantor Bahasa Provinsi Lampung pada masa pagebluk ini menerbitkan 18 karya sastra Lampung klasik berikut terjemahannya dalam bahasa Indonesia, mulai dari cerita rakyat Puteri Lelawah sampai dengan dua hahiwang panjang karya Mamak Lawok bertitel Bintang Lunik dan Harong Nunas. Dari sini kita ketahui, bahwa terdapat nama-nama sastrawan Lampung klasik yang merupakan para penulis laten, selain yang sudah dikenal setakat kini atau karya-karya anonim semisal Warahan Radin Jambat, Tetimbai Anak Dalom, Tetimbai si Dayang Rindu yang ditilik dari kualitasnya dapat dikatakan sebagai kanon sastra Lampung klasik.

Bulan Oktober 2021 Kantor Bahasa juga melakukan kegiatan digitalisasi manuskrip hahiwang yang tertulis di atas daun lontar koleksi Mamak Lawok di Krui yang sudah berumur lima generasi atau sekitar 150 tahun. Ini salah satu bukti bahwa sastra Lampung klasik adalah sastra tulis, alih-alih sastra lisan. Lampung memiliki aksara ka-ga-nga yang disebut Had Lappung, yang sebenarnya merupakan kepemilikian bersama dengan orang Bengkulu dan Sumatra Selatan. Orang Sumatra Selatan menyebutnya Surat Ulu atau Surat Ugan.

Bukti lain bahwa sastra Lampung adalah sastra tulis adalah sebuah buku kulit kayu dalam aksara Lampung  yang diberikan untuk Bodleian Library di Oxford oleh Jo. Trefusis pada tahun 1630. Di British Library dan National Library Singapura, juga tersimpan manuskrip Lampung, yaitu Surat pantun cara Lampung, sebuah manuskrip kertas yang berisi kolom-kolom sejajar dari pantun Melayu dan kuatren-kuatren yang disebut wayak dalam bahasa dan huruf Lampung. Tertulis dalam huruf ka-ga-nga dan jawisecara berdampingan. Manuskrip setebal 24 halaman ini yang sudah terdapat dalam bentuk digitalisasi berisi puisi-puisi yang dipergunakan oleh orang muda di dalam masa bercumbu-cumbuan atau perkenalan.

Tertulis pada halaman judul: Inilah surat pantun cara Lampung, dialih pada basa Melayu, sama artinya pantun Lampung dengan pantun Melayu itu, supaya tuan-tuan maklum, adanya.

Sebuah jilid wayak Lampung dengan versi-versi Melayu, rupanya dibuat untuk seorang (tuan) Eropa. Teks ini di dalam dua kolom sejajar dengan garis-garis pensil yang teratur, dengan teks Lampung dalam aksara  Lampung, dan bahasa Melayu dalam aksara Jawi. Teks dimulai dengan, no wayakni sai tuha tegosni basa Lampung ka dalam di sai ngura, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu sebagai, inilah ibarat orang tua hadis Melayu zaman kini pemainan anak muda. Dengan demikian, ini merupakan wayak-wayak dari kaum tua yang mengekspresikan artinya di dalam bahasa Lampung di kalangan kaum muda. Koleksi itu berisi 73 wayak tradisional (karena itu sebagai sai tuha, orang tua) seperti dipakai oleh kaum muda di dalam masa pacaran atau masa perkenalan. Wayak adalah sebuah kuatren dengan rima a-b-a-b, masing-masing baris memiliki tujuh sukukata. Baris 1 dan 2 meramalkan dengan rima dan asosasi arti yang diungkapkan pada baris 3 dan 4, benar-benar seperti di dalam pantun Melayu. Tetapi pantun Melayu di sini bukanlah terjemahan yang tepat dari wayak Lampung; baris ketiga dan keempat kira-kira sesuai dengan wayak itu, tetapi baris pertama dan kedua memiliki kata-kata berima yang tidak bertalian dengan baris-baris di dalam wayak. Pada beberapa wayak, baris pertama hanya empat sukukata (yang rupanya memiliki suatu muslihat puitika yang sah, bandingkan  dengan monograf Oscar Louis Helfrich, ‘Verzameling Lampongsche teksten’ dalam VBG, vol.45, no.4, hlm.32, tempat suatu baris semacam itu muncul pada no.5). Pada f.1v (folio 4) manuskrip itu bertitimangsa 27 Maret 1812. Tidak jelas untuk siapa manuskrip itu ditulis; pada wayak ketiga nama Captain Ludan [?] dipergunakan sebagai sebuah kata yang berima. Terdapat suatu perubahan arah pada f.8r. Aksara Jawi memiliki beberapa kekhasan Minangkabau dan sering digunakan /sy/ untuk /s/. Manuskrip ini agaknya ditulis di Bengkulu. Belum lagi manuskrip-manuskrip Lampung yang tersimpan di Perpustakaan Leiden, Negeri Belanda. Tetimbai si Dayang Rindu, misalnya, tersimpan di Munich (Jerman) dan Swiss.

Namun, sayang seribu sayang, tradisi penulisan ka-ga-nga tidak berlanjut. Tidak ada lagi buku yang terbit dalam aksara ka-ga-nga, meskipun puluhan tahun sudah aksara ka-ga-nga diajarkan di sekolah-sekolah mulai dari tingkat SD hingga SMA. Padahal, orang Lampung tempo dulu dikenal rajin menulis. Pada Sensus 1930 Lampung menduduki peringkat melek huruf tertinggi se-Hindia Belanda, dalam arti melek aksara pribumi ka-ga-nga. Bahkan, menurut James T. Collins, pada abad ke-19 orang Lampung bukan hanya menulis dengan aksara ka-ga-nga, tetapi juga dengan aksara jawi dan latin. Dengan perkataan lain, terdapat tiga aksara atau triliterasi yang terpakai oleh orang Lampung dahulu kala untuk menuliskan berbagai keperluannya. Dalam tautan ini, ingin pula diinformasikan bahwa orang Lampung juga memiliki angka, bukan hanya satu macam, melainkan dua macam, sebagaimana diperkenalkan kembali oleh Yahya Ganda dan mendiang Razi Arifin.

Sementara itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung menyelenggarakan kegiatan pembinaan kesenian tradisional lintas masyarakat kabupaten/kota dan pembuatan film dokumenter di 15 kabupaten/kota se-Provinsi Lampung. Kegiatan yang berlangsung dari Januari sampai Juli 2021 itu menetapkan sasaran pada 19 warisan budaya tak-benda yang telah tersertifikasi nasional. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Metro pada Oktober 20121 melakukan kegiatan ikon budaya daerah dengan memberikan ruang kreativitas bagi sanggar-sanggar seni dan pada bulan Desember 2021 mengikuti Parade Festival Payung di Surakarta.  Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tulangbawang memberikan hibah kepada 8 sanggar seni untuk kegiatan pementasan virtual dan tatap muka. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lampung Barat melaksanakan pentas budaya Skala Brak Kepaksian Pernong pada September 2021. 

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mesuji melaksanakan bioskop keliling di 36 sekolah bagi pelajar SMP dan SMA yang bertujuan untuk mengapresiasi sejarah. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lampung Timur melaksanakan sarasehan warisan budaya tak-benda. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pringsewu menampilkan 27 grup tari tradisonal dan kreasi Lampung setiap Sabtu malam sepanjang tahun 2021 di Kecamatan Gading Rejo. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tulangbawang Barat mengadakan Festival Tiyuh-tiyuh 2021 Sakai Sambayan menampilkan pertunjukan seni tari dan band di destinasi-destinasi wisata Tuba Barat.

Taman Budaya Lampung melaksanakan workshop dan pergelaran seni teater, tari, sastra, dan musik, pameran seni rupa, penggalian seni, diskusi dan penerbitan buku. Kegiatan pergelaran dilakukan secara daring , dapat dilihat pada kanal youtube dan media sosial Taman Budaya Lampung.

Kabar gembira di masa pagebluk ini juga datang dari Betik Youth Singers yang meraih medali emas dalam kompetisi berskala dunia, yaitu 4th World Virtual Choir Festival 2021. Sementara itu, pada 12 September 2021 di Pasar Seni Gelanggang Sumpah Pemuda (PKOR) Way Halim,  demi menghindari mobilitas sosial yang memungkinkan penularan virus corona diadakan ngamen virtual lagu-lagu dasawarsa 1990-an. Kegiatan ngamen bersama Qiu-qiu Band itu ditonton secara virtual tidak kurang daripada seribu orang.

Dewan Kesenian Lampung Selatan pada bulan Juli 2021 menerbitkan antologi puisi Lampung Selatan Segala Musim yang berisi puisi-puisi karya 9 penyair yang berdomisili di wilayah Lampung Selatan. Di samping itu, juga melakanakan workshop tari dan musik tradisional serta lomba melukis, mewarnai dan ecopaint. Dewan Kesenian Pesisir Barat bekerjasama dengan Penerbit Labrak menerbitkan Ngabiti Tanyandangan, koleksi hahiwang karya Mamak Lawok, yang disunting oleh Elly Dharmawanti, pemenang Hadiah Sastra Rancage tahun 2021 melalui antologi puisinya Dang Miwang Niku, Ading. Selain itu, Dewan Kesenian Pesisir Barat juga mengadakan pelatihan hahiwang, pembacaan hahiwang, peluncuran antologi hahiwang Ngabiti Tanyandangan sekaligus pemberian hibah senilai Rp 100 juta rupiah dari Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat kepada Mamak Lawok yang bernama asli Mursyi Marsudin atau biasa disapa Datuk Mursyi.

Pada musim pagebluk ini, Dewan Kesenian Kota Metro menyelenggarakan Temu Penyair, Summer Jam, pameran seni rupa, pergelaran tari, dan jambore teater pada Oktober 2021 yang berlangsung di Nuwo Budaya Metro, baik secara daring maupun luring. Tatkala pemerintah memberlakukan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat berskala mikro) termasuk larangan mengadakan hajatan, Dewan Kesenian Kota Metro pada bulan Juni 2021 memperjuangkan nasib para seniman dan pedagang kecil yang terdampak pagebluk. Ketua Dewan Kesenian Kota Metro, Muadin Efuari, meminta pemerintah setempat agar memperbolehkan hajatan, sehingga para seniman organ tunggal dan kesenian rakyat serta para pedagang kecil tetap dapat mencari nafkahnya melalui kegiatan hajatan tersebut. Kegiatan kesenian lainnya yang berlangsung di kota Metro pada musim pagebluk ini antara lain Sorogan Seni, berupa pembekalan bagi para guru di dalam membimbing murid dengan materi penciptaan seni dan penilaian atas karya seni.  Bertindak selaku pengajar adalah Solihin Ucok dan Ahmad Muzakki.

Pada musim pagebluk ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lampung Utara dan Dewan Kesenian Lampung Utara juga tetap melaksanakan sejumlah kegiatannya antara lain webinar cangget bakha tentang perilaku generasi milineal dalam cangget bakha di dalam kehidupan mayarakat Lampung Utara; kegiatan cangget bakha di “masa lebaran” di Sungkai Utara dan Sungkai Selatan; tiga workshop terbatas yang diikuti oleh 30 peserta tentang membangun struktur bercerita secara visual dalam festival Indonesiana dan tentang strategi komunikasi guna mendukung festival kebudayaan serta tentang gerak dan busana tari cangget. Pada tanggal 29 September 2021 diselenggarakan pula Kotabumi Art Festival dalam platform Indonesiana.

Dengan demikian, beberapa Dewan Kesenian kabupaten/kota di Provinsi Lampung terus berkesenian pada masa pagebluk ini. Dalam tautan ini, ingin dihimbau agar kabupaten/kota yang belum memiliki Dewan Kesenian agar segera mendirikannya, yang bersama-sama pemerintah setempat mengemban tugas untuk melakukan katalisasi segenap potensi kesenian yang terdapat di wilayahnya.

Kini, kesenian, atau dalam arti luas kebudayaan, sudah didukung oleh regulasi berupa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan akan disusul dengan regulasi turunannya semisal Rencana Induk Kebudayaan dan Strategi Kebudayaan Indonesia. Ini merupakan kerja besar sekaligus tantangan bagi para seniman dan pemerintah kabupaten/kota untuk memajukan kesenian dan/atau kebudayaan di wilayahnya. Marilah kita bekerja dengan merujuk kepada Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan dan regulasi turunannya, sehingga dapat benar-benar mencapai kemajuan kebudayaan dari waktu ke waktu, alih-alih membuat program asal jadi yang mengakibatkan stagnasi kebudayaan.

Jika diperhatikan, kegiatan berkesenian di musim pagebluk ini, banyak memanfaatkan media virtual.  Hal ini menandai terjadinya pergeseran fenomena dari aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata beralih ke dunia maya. Fenomena ini disebut disrupsi atau perubahan besar yang mengubah tatanan, seperti ditandaskan Clayton M. Chisthensen dalam bukunya The Inovator Dilemma yang terbit pada 1997. Disrupsi membawa konsekuensi pada cara dan pendekatan baru, karena khalayak dan lanskap yang berubah baik di bidang komunikasi, bisnis, dan lainnya. Seniman adalah salah satu yang paling terdampak oleh gempuran pagebluk covid 19. Dan oleh karena itu, seniman ditantang untuk menciptakan karya seni dalam konteks kreasi baru. Seniman yang kehilangan panggung atau wadah kegiatan karena pagebluk, dengan dukungan tekonologi digital memindahkan tempat pentasnya ke panggung digital, melalui fitur live streaming dengan aplikasi Zoom, Instagram, Facebook, Youtube dan lainnya. Di era disrupsi ini justru para seniman mempunyai panggung virtual yang bisa dinikmati oleh khalayak di seluruh pelosok dunia. Di era disrupsi, dengan panggung digital seniman yang kreatif akan makin mendunia.

Dari uraian sejauh ini, terbukti bahwa para seniman dan lembaga-lembaga kesenian di Lampung tetap berkiprah pada musim pageblukCovid 19. Dengan sikap kreatif mereka, para seniman menolak untuk berdiam diri, mereka terus mencipta dan berkesenian di musim pagebluk ini. Maka, musim pagebluk menjelma semacam musim panen kesenian di tangan para seniman Lampung.

Terhadap panen kesenian itu, kiranya publik seni di Lampung dapat menyambutnya dengan hati terbuka untuk mengapresiasi karya-karya seni tersebut. Kesenian memiliki peran di dalam menyempurnakan intelektualisme seseorang. Tanpa kemampuan dan kemauan mengapresiasi kesenian, maka intelektualisme seseorang akan pincang. Menurut Edward Shills, kelengkapan intektualisme seseorang ditengarai oleh penguasaan atas ilmu melalui logika, berakhlak baik atau menjunjung etika, dan mampu mengapresiasi kesenian zamannya melalui estetika. Ingin digarisbawahi di sini, bahwa “seni adalah tamu yang datang dan menetap” –demikian pujangga India Rabindranath Tagore.

Akhir kalam, di musim pagebluk yang tak jua rampung ini, izinkan saya melayangkan salam sehat bagi  kita semua. Jika pepatah latin menuturkan mens sana in corpore sano;di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, maka dengan tubuh sehat dan jiwa yang kuat itu, marilah kita terus berkarya dan mengapresiasi karya-karya seni di musim pagebluk Covid 19 ini.

Dengan mengutip sebait syair, saya akan menyudahi pidato kebudayaan ini: 

Inilah pidato kebudayaan Akademi Lampung
Tentang berkesenian di musim corona
Kiranya pemirsa tak lagi bingung
Kita semua kini maklum adanya

Terima kasih.

Bandarlampung, September 2021

—————
* Pidato Kebudayaan Akademi Lampung disampaikan di Gedung Kesenian Lampung, Sabtu, 18 September 2021

** Iwan Nurdaya-Djafar, budayawan, Sekretaris Akademi Lampung (AL)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top