Esai

Vaksin dan Pesan Pemulihan Ekonomi

OlehYusril Izha Mahendra

DILANSIR dari The Guardian pada 23 Juli 2021lalu, Kay Ivey gubernur Alabama mengatakan saat ini “waktunya untuk mulai menyalahkan orang-orang yang tidak divaksin.”Pernyataan gubernur yang berasal dari Partai Republik tersebut merupakan kritik bahwa sembilan dari 10 kematian Covid di AS adalah mereka yang belum divaksin. Seperti diketahui, secara nasional kasus baru di Amerika Serikat melonjak 10% dan mencapai 50% di beberapa negara bagian.

Tidak berbeda jauh dengan Amerika Serikat, Indonesia pun saat ini menghadapi kendala terkait vaksinasi.Apabila sulitnya proses vaksinasi di Amerika Serikat disebabkan adanya penolakan dari mereka yang telah memenuhi syarat. Alasan yang melatar belakanginya beragamseperti keraguan akibat teori konspirasi di media sosial, faktor ekonomi, politik atau keraguan sederhana terhadap vaksin baru. Selain latar belakang yang sama seperti Amerika Serikatkendala proses vaksinasi di Indonesiadiperparah stok dan distribusi vaksin.

Dalam survei yang berjudul COVID-19 VaccineAcceptanceSuvey in Indonesiayang berlangsung sejak 19 hingga 30 September 2020. Dengan melibatkan 115.0000 responden yang berasal dari 30 provinsi mengungkapkan masih besarnya penolakan terhadap vaksin. Beberapa alasan yang melatar belakangi penolakan tersebut yaitu: kekhawatiran mengenai keamanan vaksin sebesar 30%, ketidakpastianefektivitas vaksin sebesar 22%, kurangnya kepercayaan terhadap vaksin sebesar 13%, dan ketakutan terhadap efek samping serta keyakinan agama masing-masing sebesar 12% dan 8%.

Selain dilatar belakangi kondisi ekonomi kelas bawah, distribusi informasi dan keyakinan agama, alasan penolakan terhadap vaksin juga berasal dari berita hoaks yang tersebar di masyarakat. Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informasi tercatat 2.632 konten hoaks mengenai virus Corona dan 1.870 konten hoaks vaksin di media sosial hingga Juli 2021. Bila dilihat berdasarkan platform sebaran konten hoakspaling banyak adalah Facebook kemudian diikuti Twitter, YouTube dan Instagram. Dengan jumlah pengguna internet yang mencapai 196, juta dan masih rendahnya literasi digital tentu saja cukup berpengaruh.

Selanjutnya yang menjadi kendala proses vaksinasi di Indonesia adalah ketersediaan dan proses distribusi vaksin. Seperti diungkapkan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi ketika peresmian Sentra Vaksinasi AAUI. Bahwa 181 juta masyarakat Indonesia yang berumur di atas 18 tahun harus divaksin. Sehingga total dosis yang dibutuhkan mencapai 365 juta dosis.

Bila melihat kondisi saat ini hingga 20 Juli 2021 total telah menyuntikkan sekitar 59 juta dosis vaksin. Dengan rincian 42.360.779 dosis diberikan pada tahap pertama. Kemudian 16.453.805 dosis pada tahap kedua. Jika dibandingkan pada target tentunya jumlah tersebut jauh dari harapan, pada vaksin tahap pertama baru mencapai 20,3% dari target sedangkan tahap kedua jauh di bawahnya baru mencapai 7,9%.

            Pada akhirnya apabila faktor-faktor yang menyebabkan proses vaksinasi terhambat kemudian berdampak pada target, tidak hanya kesehatan sebagai fokus utama akan terganggu namun juga pada pemulihan ekonomi.Seperti yang diungkapkan World Bank mengenai perbandingan tingkat vaksinasi dan perkiraan pertumbuhan ekonomi. Negara dengan vaksinasi tertinggi diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,5% sedangkan dengan vaksinasi terendah akan tumbuh hanya 2,5% pada tahun ini. Inilah yang disebut AyhanKose sebagai “taleoftworecoveries”, negara kaya yang telah memvaksin dengan cepat dan sebaliknya dinegara-negara misikin.

Perlu dipahami vaksinasi mempengaruhi pemulihan ekonomi salah satunya memungkinkan kebijakan yang berhubungan dengan mobilisasi dilonggarkan. Sejak awal pandemi Covid-19 Indonesia sudah memberlakukan beberapa kebijakan yang membatasi mobilisasi atau kegiatan masyarakat. Dimulai dari Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, hingga saat ini PPKM Mikro Darurat. Beberapa dampak yang ditimbulkan seperti gelombang PHK, penurunan daya beli masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan investasi yang menurun.

Salah satu tugas terpenting negarasaat ini adalah bagaimana mempercepat masyarakat mau divaksin. Sebab pada akhirnya masyarakat yang skeptis atau tidak peduli sekalipun akan berubah pikiran. Beberapa faktornya adalah apabila mereka yang ragu melihat bahwa orang yang merekakenaltidakmenderitaefekburuk setelah divaksin dan ketakutan melihat korban berjatuhan akibat covit, masyarakat akan menyadari pentingnya vaksin. Bahkan akan mengalahkan keraguan dan ketakutan mereka sendiri. Tentunya jika mengandalkan faktor tersebut akan memakan waktu. Sehingga perlunya komunikasi efektif dan pendekatan secara humanis. []

————–
Yusril Izha Mahendra, Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top