Sajak

Sajak-sajak J Akid Lampacak

BAYANG-BAYANG DI MUSIM HUJAN

dari lintang awan
pekat rinduku terpatri
seayunan dengan suara burung pagi
berteriak mengusir mimpi.

embun-embun jatuh
dari pucuk daun muda
menjerit sesampai di tanah
tak mampu menahan resah.

dari jendela masa kecilmu
aroma bayang tumbuh sebagai rindu
menerbangkan jejak pengharapan
pada air mata tengah berderai.

angin bersiur dengan lirih
seperti menerjemahkan putih dan sedih
saat tiba-tiba penyesalan berdendang
di musim hujan yang baru saja sampai.

Lebeng, 2020

PEREMPUAN YANG BERDIRI DI BATAS BAYANG

ia membuat malam dari rancangan doa
dosa dan cahaya yang jatuh dalam rasa
bagai dingin yang menyelimuti tubuhku.

buatlah aku dari hantaman ombak tanggal muda
agar perjalanan rindumu tak berakhir begitu saja
yang membentur karang hingga menjadi pasir
dan luka-luka getir untuk berdesir.

jangan berharap ketika capung terbang tinggi
dan sebuah matahari tak mampu memasuki batas pagi
cahayanya mengepung di atas tubuhmu
seperti bulan purnama
awan yang tebal telah takut menghalanginya.

maka buatlah aku dari percik peluh siang
seolah-olah aku seperti membelaimu
di saat panas memenuhi lembut tubuhmu
hingga aku tak mampu;di hari apa kelak kita akan bertemu.

Lebeng, 2020

DI KAMPUNG HALAMAN

di atas bongkahan tanah yang basah
rindu berderai menghapus resah
dibelai selendang para perawan
saat sore singgah di batas malam.

dari rona pipinya
kebun mawar dibagun dalam sekejap
seperti senyum yang hilang dalam harap
debur cinta perlahan mulai ramai
menyambut keelokan senja dan pengorbanan.

telah kuhanyutkan
seikat sejarah di tanah rantau
agar aku dapat menekuni mata bayangmu
walau rinduku terasa piatu di sisimu.

Lebeng, 2020

MENCATAT PAGI

aku menulis matahari
tentu saja melewati mimpi
dari linangan embun selepas berkilau
nampak dunia semakin istimewa
berjalan di sepanjang kebun bunga
memuji keindahan taman cinta.

lagi-lagi burung kutilang berkicau
dipanggil anak-anaknya
yang biasa beramai ketika lapar
maka, sejak itulah pagi diganti siang.

Lebeng, 2020

RIWAYAT RASA

mengenang linang air di mata kirimu
merupakan sejarah panjang kebun rindu
di saat kutemukan lelakimu bersimpuh
menekuni jejak yang disulam seruh,
kau menelikung bimbang
walau langkah kerap diintai hujan
sedang daun-daun sering pula jatuh
memaknai panas pengorbanan
dari tungku ibu yang baru saja berkobar.

telah engkau hafal sari bunga mawar
sejak aromanya lebih liar
singgah di rindang kecemburuan
membalut kematian.

bagaimana mungkin aku merasa sunyi
jika yang kemaren pagi masih tersisa di sini
tersisa sebagai tarian si mati
setelah malam-malam tergoda di rahim mimpi.

Lebeng, 2020

———————
J Akid Lampacak, lahir 3 Mei 2020 3 Mei 2000 di Lebeng Barat, Sumenep. Madura. Mahasiswa IST Annuqayah, Sumenep, Madura Jurusan Teknolagi Informasi. Sekarang aktif membina di Komunitas Lesehan Sastra Ponpes Annuqayah. Ketua Komunitas Laskar Pena dan pengamat litrasi di Sanggar Becak Sumenep. Tulisannya telah tersiar di berbagai media.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top