Sajak-sajak Sepno Fahmi

SENANDUNG LAUT
Barangkali laut akan bersajak
Tentang luka yang mengendap-endap
Menyaksikan jeritan kota yang tak pernah berseru
Beku memandangi tubuh-tubuh yang bergelimang dosa
Kau mungkin akan bertanya tentang makna kepergian
Tapi kau tak akan henti-hentinya menjawab:
“Seperti angin yang menyentuh pori-pori kulitmu”
Dapat kau rasa tapi tak bisa disaksikan dengan mata
Kali ini laut telah mengembalikan yang kau pinjam
Daging, darah, dan tulang dikumpulkan menjadi satu
Ambilah, sisakan sedikit rasa asin dari tubuhku
Biar nanti jika ada yang memandangi laut
Kepergianku akan dirasakannya
Bayang, 10 Agustus 2020
MENYUBURKAN KEBAHAGIAAN
Sesekali tanah menggetarkan kesunyian
Memaki-maki sumpah serapah keabadian
Menerjang tubuh-tubuh yang melangitkan sumah
Menanggalkan akar-akar keangkuhan
Di antara dinding-dinding ruang tak terjangkau
Kau mengait-ngait keinginan untuk menjadi tanah
Menyuburkan setiap kebahagiaan
Sampai pada waktunya kau kembali meneriaki diri
Bayang, 2 Agustus 2020
MENJADI LAYANG-LAYANG
Kau hanya perlu menjadi layang-layang
Menerbangkan segala yang kau punya
Tapi kau tak boleh lupa
Ada benang yang kerap selalu siaga
Yang memanjangkan keinginan
Biar kau bebas meninggikan mimpi-mimpi
Jika tiba-tiba kau diterjang badai
Dan jatuh ke kulit tanah
Kau tak perlu menyalahkan yang tersisa
Sebab ada yang tak seberuntung dirimu
Semisal akar yang hanya menjalar
Menembus lapisan terdalam
Diam-diam menumbuhkan cinta
Bayang, 6 Agustus 2020
RAHASIA IBU
Tulang punggungmu adalah tempat paling rahasia
Menyimpan segala kenang di musim kemarau
Keringat yang bercucuran menjelma air mata
Membasahi segala mimpi-mimpiku
Kau sibuk menghitung-hitung langkahku
Tanpa hendak bertanya
Berapa banyak rerintik akan jatuh menghampiri
Biar tak padam nyali dalam nyala api
Padahal akar serabut seperti dirimu yang kusut
Mengakar sulur-sulur tumbuhan di dalam kepalamu
Kau juga sadar yang melilit itu adalah doa
Pelan-pelan menghujam sejuta cinta
Koto Berapak, 12 Agustus 2020
HILANG TUMBUH BERGANTI JUA
Malam ini hujan menghajar dedaunan
Gemuruh angin membuat telinga terbalik;
Mendengar yang tidak terdengar
Terdengar yang tidak didengar
Aku termangu, tiba-tiba pikiran mengganti mimpi
Memikirkan cara menulis di atas air
Tak pernah sudah-sudah
Hilang tumbuh berganti jua
Barangkali impian dan usaha
Bagai kata-kata yang kusiasati
Dan tanpa kau sadari
Kau korban dari cerita yang kurangkai sendiri
Koto Berapak, 15 Agustus 2020
—————
Sepno Fahmi, lahir di Bayang, Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Ia anggota Dapur Sastra Jakarta (DSJ), Sastra Bumi Mandeh (SBM), dan aktif mengelola Rumah Baca Pelopor 19. Puisi-puisinya dimuat di beberapa media dan antologi bersama.
