Sajak

Sajak-sajak Agusri Junaidi

SAJAK HARI KELAHIRAN

Hujan sepanjang pagi tadi. Adakah
kau di pinggir jendela, memandang
derai jatuh di pucuk mawar?
Aku menghirup udara.
Mengendus aroma yang bisa menyatukan kita
dengan titik-titik air ini.
Aku ingin menjumpaimu. Di antara
meja yang tersusun, dalam dunia
yang baru normal.
Kita rayakan pertemuan
Kopi tandas dan dingin
Sebuah puisi tahun kelahiran dibacakan.
Waktu menggelambir dalam
kantung hari-hari. Berdetak.
Pertemuan? Dijadwalkan!

150677-150620

RAPUH

Ini waktu tak ada suara
menanti detik demi detik kata
atau menunggu ucapan bicara

Menantikan percakapan dengan sia-sia
Sampai matahari tenggelam
dan langit jadi kelam

Lalu gawai berdering, seseorang
bertanya dirimu di mana?
Akhirnya ada yang datang.

Dengan cerita impiannya meraih
yang musykil, harapan dia bentangkan
bagai selembar karpet beludru.

Lalu kita bersiap untuk lelap
pada malam yang kelam dipecah
cahaya lampu, sinar

menyinari sekali waktu
Selain dia, aku dan kamu pupus,
tanpa rasa juga prasangka.

Menjadi orang lain-tak lagi saling
peduli, mengejar mimpi sendiri.

DI MUSIM YANG DINGIN

Di sini tak ada salju
hanya hujan yang datang dan pergi.
bagai tamu yang hilir berganti
dengan bermacam racauan.

Membicarakan ramalan cuaca
sambil melihat arakan awan
bagai kuda berjalan
di padang rumput,

Lelaki itu tengadah membaca langit
dan kembali memamah,
rumput-rumput mengandung air dari hatinya,
tanah dan angin saling berebut merengkuh hati air itu.

KE MANA AIR MATA?

Melaju lah kau air mata,
menghilirkan segenap luka,
yang jatuh dibawah kelopak mata.
Seorang lelaki buta ditikam pisau sejarah,

jantungnya berdarah.

Merah amarah di bawanya serta
mendaki kota-kota, sungai-sungai muntah,
menerjang pohon-pohon.
Laki-laki itu adalah kelap-kelip lampu

kota yang bimbang tanda tanya
Ke mana air mata pergi?
Di bawanya peluh lelaki penyapu jalan
sebagai persembahan, tangis redam dalam ruang
kedap suara ini kesaksian,
ini air mata kami.

Kini aku pencari damai, memenuhi ruang kosong
yang di tinggalkan amarah, merahnya sudah berganti
bisu dan tinta. Ia alirkan laksana air bah, tanpa amarah

ia menerjang dan tersesat di rimba kata-kata.

——————
Agusri Junaidi, lahir di Banjit, Way Kanan, 15 Juni 1977.  Selain bekerja sebagai ASN, ia juga penggiat di Lamban Sastra Isbedy Stiawan ZS. Buku puisinya: Lelaki yang Menyimpan Kata-Kata di Saku Benaknya (2019) dan Wajah Musim (2020).

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top