Menulis Cengengesan
KETIKA Muhammad Ma’ruf melalui status Facebook-nya, 2/6/2017 berkehendak mendeklasikan gerakan mengembalikan Facebook sebagai media cengengesan dan narsis, saya terlonjak dan langsung cengengesan. ? Saya seperti menemukan oase di tengah suhu perfesbukan yang panas akibat pilpres 2014 dan pilkada DKI yang rupanya masih saja menyisakan sengkarut.
Ah, soal pelitik gak usah di perpanjang deh.
Tapi, aduh… terpaksa balik ke pelitik, saya kangen dengan tulisan pelitik dengan gaya cengengesan ala Mahbub Djunaidi. Rasanya, sulit menulis pelitik yang serbaserius dan kadang pakai fakta summir dengan santai dan penuh lelucon. Ya, hanya Mahbub yang bisa bikin cengengesan kala menulis pelitik yang serius.
Kalau sketsa kehidupan yang ditulis dengan cengengesan, itu SM Ardan dan Firman Muntaco jagonya.
Tiga penulis yang saya sebut sudah tiada semuanya. Untungnya, mereka meninggalkan buku-buku yang mengabadikan kecengengesan mereka.
Saat ini ada Emha Ainun Nadjib yang luar biasa cengengesannya dalam kolom-kolomnya. Bukunya banyak. Malah, buku lama Emha kini rame-rame dicetak ulang lagi karena masih relevan dan tetap cengengesan.
Sst, jangan dikira jadi cengengesan itu gampang. Menulis cengengesan dan bikin pembaca cengengesan itu sulit. Membuat orang cengengesan bukan hal mudah. “Hal paling sulit (dalam menulis) adalah membuat orang tertawa (bahasa lain dari saya: “cengengesan” hehee…). Orang butuh ketawa karena itu menyegarkan. Kalau serius terus malah pusing. Mana hidup sudah pusing ditambah pusing lagi. Yang penting bisa membuat orang senang saja,” kata Bambang Eka Wijaya, “Menulis Biar Orang Ketawa” dalam Sudarmono dkk. 2011. Anak-anak Menggali Tokoh: Reporter Cilik Lampung Post. Bandar Lampung: Lampung Post, hlm. 269-272.
Buras adalah kolom (column) khas yang ditulis BEW, panggilan akrab Bambang, yang ditulis dengan reflektif, menarik, inspiratif, dan menghibur. Setiap hari BEW menulis untuk Buras sejak 1998 sampai sekarang. Ada juga yang dibukukan.
Jadi, jangan terlalu serius — apalagi sampai marah-marah ketika menulis (termasuk status dan mengomentari). Sebab, dalam suasana penuh ketegangan, yang dibutuhkan sikap cengengesan.
Menulislah dan membacalah dengan cengengesan, meskipun itu tidak gampang.
Selamat sahur saat waktu tiba. Tetap cengengesan karena cengengesan tidak membatalkan puasa. Percayalah. Tabik. []